MERAJUT RESISTENSI DI TENGAH REPRESI (Kajian Tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia di lombok , Indonesia)
Penulis
Ngatini
Pembimbing: Zainal Abidin Bagir, Ph.D,
ABSTRACT: "There is no action possible without little acting", said George Elliot as quoted by Scott in his work
Domination and the Arts of Resistance (Scott, 1990: 1). I think Elliot's statement fits best to summarize
what has been going with Indonesian Ahmadiyya in Lombok, West Nusa Tenggara. Indonesian
Ahmadiyya in Lombok is part of Indonesian Ahmadiyya congregation (JAI), an Islamic sect which has
been condemned by the Indonesian Ulama Council (MUI) in 1980 and repeated in 2005 as defiance of
Islam due to its belief in Mirza Ghulam Ahmad as the promised Messiah. FollOwing the religious decree
of MUI issued in 1980 and reissued in 2005 which banned Ahmadiyya's religious activities, there have
been numbers of efforts to inhibit Ahmadiyya's teaching from growing and to bring the members of
Ahmadiyya back to the "right tracl('. These efforts find their way in so-caned coercive persuasion
(Lofland & Skonovd, 1981).
In Lombok, the coercive persuasion has many forms ranging from legal laws of local governments
banning Ahmadiyya activities, bribery, intimidations, exclusions from social activities, stoning, expulsion,
house burnings, robbery, to killing. The coercive persuasion that has been taking place since 1972 leads
Indonesian Ahmadiyya congregation in Lombok to experience objective-subjective deprivations (Beith-
Hallahmi & Argyle, 1997). Those objective-subjective deprivations are like losing dwelling places, losing
jobs, losing family members, losing possessions, undergoing psychological disorder, fleeing from their
hometown, doing refugee from one place to another place and finally living in refugee camp for more
than 6 years. Still, despite being in the face of miasma, JAI In Lombok, persists being Ahmadis, doing
their daily activities as usual and resistance at the same time.
Employing sociological approach, this research intends to investigate why certain numbers of lAI in
lombok remained to be Ahmadis under such miasma. Furthermore, this research afso aims to explore
how some people who remained to be Ahmadis adjust themselves to such coercive and persuasive
condition and deal with their objective-subjective deprivations. The data for this research were
collected through a series of individual in-depth and group interviews with Ahmadis and non-Ahmadis,
participative observation over the Ufe of JAI in Lombok, and studying the literatures on Ahmadiyya issue
from January to February 2012.
The research shows that there are three kinds of reasons of why certain numbers of people remained to
be Ahmadis despite such miasma they face; theological reason, sociological reason, and ethical reason.
Meanwhile, to make the impact of coercive persuasion and the objective-subjective deprivation less
severe, they do, following Scott, everyday forms of resistance or the infra-politic of subordinate group.
Relying on Scott's theory of reSistance, , categorize the resistance of jAr in Lombok into two groups;
public resistance and domestic resistance.
INTISARI: Tidak
ada satupun sikap yang muncul tanpa ada sedikit unsur akting, kata
George Elliot seperti yang
dikutip Scott dalam bukunya Domination and the Arts of Resistance
(Scott, 1990: 1). Pemyataan elliot tersebut tidaklah berlebihanjika
diterapkan untuk memahami kasus yang terjadi pada Jemaat Ahmadiyah
Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jemaat Ahmadiyah Lombok merupakan
bagian dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), salah satu aliran dalam
Islam yang difatwakan sesat dan menyesatkan oleh Majelis Ulama Indonesia
tahun 1980 dan diulangi kembali tahun 2005. Menyusul fatwa sesat
tersebut,berbagai usaha untuk mencegah pertumbuhan eksistensi ajaran
Ahmadiyah dan mengembalikan anggotanya ke ''jalan yang benar", terus
dilakukan dengan jalur persuasi koersif (Lofland & Skonovd,1981).
Di daerah Lombok upaya persuasi koersif yang diwujudkan dalam berbagai
bentuk dari penerbitan
berbagai surat larangan penyebaran ajaran/paham Ahmadiyah oleh Bupati
dan Kepala Kejaksaaan negeri; bujukan halus dengan berbagai janji dan
ancaman; ejekan; pengucilan dari dunia kerja dan pergaulan sosial;
pelemparan batu; pemukulan; pengusiran; pembakaran rumah; penjarahan
harta; hingga penghilangan nyawa. Persuasi koersif yang terjadi sejak
1972 hingga 2011 ini mengakibatkan jemaat Ahmadiyah Lombok mengalami
objective-subjective deprivation (Beith-Hallahmi & Argyle, 1997)
seperti kehilangan tempat tinggal, kehilangan sumber mata pencaharian
tetap, kehilangan anggota keluarga, kehilangan harta benda, terusir dari
kampung halaman, mengungsi dari satu tempat ke tempat lain selama 6
tahun, menderita gangguan kejiwaan, dan lain sebagainya. Namun, semua
usaha persuasi koersif tersebut tidak terlalu membuahkan hasil, terbukti
meskipun sudah dilarang dan diberi ancaman dalam berbagai bentuk masih
ada jemaat yang memutuskan tetap menjadi Ahmadiyah dan beraktivitas
seperti biasa bahkan mencoba melakukan resistensi.
Melalui pendekatan sosiologis, penelitian ini bertujuan untuk
mengeskplorasi alasan mengapa sejumlah jemaat Ahmadiyah di Lombok
memilih untuk tetap menjadi Ahmadiyah di tengah tekanan keras kelompok
mayoritas Muslim. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk
mengetahui bagaimana pola adaptasi jemaat Ahmadiyah Lombok yang bertahan
tersebut terhadap situasi yang mereka hadapi. Data dalam penelitian ini
didapatkan melalui serangkaian wawancara mendalam dengan jemaat
Ahmadiyah dan pihak non-Ahmadiyah; observasi partisipatif terhadap
kehidupan jemaat Ahmadiyah; studi literatur terhadap sumber tentang
Ahmadiyah dari berbagai sumber; dan mengumpulkan data dari bulan Januari
sampai dengan F ebruari tahun 2012.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada tiga alasan mengapa sejumlah
jemaat memutuskan untuk tetap menjadi Ahmadiyah di tengah tekanan keras
mayoritas Muslim dan pemerintah, yaitu alasan teologis, alasan
sosiologis dan alasan etis. Sementara itu, untuk dapat meminimalisir
dampak tekanan dari kelompok mayoritas Muslim yang tidak menghendaki
keberadaan mereka, jemaat Ahmadiyah Lombok melakukan resistensi yang
penulis kategorikan menjadi dua; resistensi publik dan resistensi
domestik. Kedua jenis resistensi ini merupakan jenis resistensi yang
disebut oleh James C. Scott sebagai everyday forms ofresistance atau the
infrapolitics ofsubordinate group.
Kata kunci | persuasive coercion, objective-subjective deprivation, everyday forms ofresistance |
---|---|
Program Studi | UGM |
No Inventaris | 3182-H-2012 |
Deskripsi | 174 p., bibl., ills., 29 cm. |
Bahasa | Indonesia |
Jenis | Tesis |
Penerbit | [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2013 |
Lokasi | Perpustakaan Pusat UGM |
No comments:
Post a Comment