- Thursday, 31 March 2011 10:28, Taufik Wijaya
KBR68H, Jakarta - TNI yang bertugas di sejumlah Kabupaten Jawa Barat mendapat tugas baru: mengurus masalah keyakinan. Pasca terbitnya Peraturan Gubernur tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah, tentara diperintahkan ikut mengawasi dan menyambangi masjid milik Jemaat Ahmadiyah. Bukan itu saja. Bak petugas statistik, mereka juga diminta mendata kaum Ahmadi. Di Kabupaten Garut bahkan ditemukan kasus aparat mempengaruhi penganut Ahmadiyah untuk pindah agama. Reporter KBR68H Taufik Wijaya merekam kegelisahan Jemaat Ahmadiyah di bumi Pasundan yang jadi sasaran ‘Operasi Sajadah’ dalam laporan berikut.
Ada Tentara di Kampung Ahmadiyah
Azan salat Jum'at berkumandang dari
Masjid Al-Aqsa, Desa Tenjowaringin, Tasikmalaya, Jawa Barat. Di ruangan
masjid ukuran 9x9 meter ini ada 20 lebih orang berseragam hijau. Mereka
anggota TNI dari Koramil 1222 Salawu, dipimpin Komandan Kusmana.
Kapolsek Salawu, Sururi, juga ada di sini.
Kusmana membantah jika kunjungannya di
perkampungan Ahmadiyah tersebut terkait Operasi Sajadah. Di Desa
Tenjowaringin ini, 80 persen warganya adalah Ahmadiyah.
“Saya kaget ada Operasi Sajadah. Sajadah
yang mana yang dioperasi? Operasi kan itu ada perencanaan, biaya,
sasaran, target dan waktu. (Kehadiran TNI) kan hanya dikaitkan dengan
pertahanan dan keamanan. Supaya tetap kondusif. Ini kan cuma
silaturahmi”, kata Kusmana.
Operasi
Sajadah dilontarkan kali pertama oleh Panglima Kodam III Siliwangi
Moeldoko. Ia meminta aparat TNI bersama Majelis Ulama Indonesia, MUI dan
warga setempat mengajak pengikut Jemaat Ahmadiyah ‘kembali’ ke ajaran
Islam. Caranya beragam. Mulai dari menduduki masjid milik Ahmadiyah
sampai mendata keberadaan mereka. Kata Moeldoko, ini untuk
menindaklanjuti Peraturan Gubernur Jawa Barat soal larangan aktivitas
Ahmadiyah.
“Kalau masjid Ahmadiyah itu bersifat
eksklusif, ya kita serang saja. Kita duduki saja dengan sajadah. Kita
sholat rame-rame. (Wah nanti mereka tidak mau masuk ke masjid Pak?) Ya
satu kali, dua kali pak. Lama-lama mereka mau juga bergabung dengan
kita. Keinginan saya setelah kita duduk di masjid Ahmadiyah dengan
sajadah, siapa sih yang larang. Orang sholat saja kok dilarang-larang”,
begitu perintah Moeldoko.
Masjid Al-Aqsa yang disambangi Komandan
Koramil 1222 Salawu memang bukan milik Ahmadiyah. Tapi Kusmana tak
menampik, tentara terlibat dalam pendataan penganut Ahmadiyah.
“Pendataan...rasanya kalau unsur
keamanan dan pertahanan harus tahu dong. Berapa jiwa. Kan mereka bagian
bangsa kita, harus dilindungi. Bapak ini tinggalnya di sini, oh bapak
itu tinggalnya di sana. Takut-takut kalau ada gangguan. Itu sudah
biasalah. Wajarlah’, lanjut sang komandan.
Ahmadi Didata, Ahmadi Terancam
Pengurus masjid Saep Effendi maju ke mimbar, bicara dalam Bahasa Sunda.
“Setelah didata hasil di kecamatan warga
kami yang sudah "islah", yang biasa disebut mualaf. Dalam waktu dekat
atas izin Allah pada Senin 21 Maret 2011, akan diadakan tatap muka
rencananya dengan bapak Gubernur (Jawa Barat). Mobilisasinya akan
disiapkan oleh Kapolres Tasikmalaya”, ucap Saep Effendi setelah
ditejermahkan.
Data
itu maksudnya data warga Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin dan
Kutawaringin. Mereka yang ‘islah’, kata Saep, adalah mereka yang diklaim
bertobat dan siap di-Islam-kan kembali.
Pengurus MUI desa, Aceng Zailani
menyebut, penganut Ahmadiyah yang siap menanggalkan keyakinannya
mencapai 70 orang. Selanjutnya, mereka akan dibina MUI. “Pembinaan yang
keluar dari Ahmadiyah, dalam artian dibina jangan sampai yang sudah
keluar dibiarkan begitu saja. Yang saya tahu akan dibina di daerah
(Tasikmalaya)”, lanjut Aceng.
Saep dan Aceng mengunci mulut saat
ditanya model pembinaan, juga tempat dan detail acara pertaubatan warga
Ahmadiyah. Yang jelas kata mereka, kaum Ahmadi yang keluar dari
keyakinannya tidak diancam atau dipaksa.
Ditemani seorang warga Dusun Sukasari,
Reporter KBR68H Taufik Wijaya bertandang ke rumah warga, yang mengaku
sudah keluar dari Ahmadiyah. Dari balik kamar, keluar seorang lelaki
renta berpeci dan bercelana pendek. Sarung biru tersampir dibahunya.
Rohidin, 82 tahun, menyambut KBR68H dengan bahasa Sunda. Ia mengaku
keluar dari Ahmadiyah sejak dua bulan lalu. Tanpa paksaan.
Diancam atau tidak, yang jelas tak semua
penganut Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin mau begitu saja keluar dari
kepercayaannya. Kepala Desa Ihin Solihin mengaku mendengar ada warganya
yang dipaksa menanggalkan keyakinan. Ihin bersikukuh bertahan. “Hal ini
menyangkut keyakinan dan hak azasi yang paling dalam bagi saya. Ya saya
akan menolak”, tegas Ihin Solihin.
Peraturan Gubernur Jawa Barat soal
larangan aktivitas Ahmadiyah ditafsirkan begitu beragam oleh aparat
keamanan, yang mendadak ikut campur di urusan keyakinan. Di Garut, warga
Ahmadiyah juga tak lepas dari pendataan.
Ahmadi Garut Ikut Kena Getah
Di depan jalan utama Kota Garut, berdiri
Masjid Nasir milik Jemaat Ahmadiyah. Letaknya agak tersembunyi,
tertutup pagar besi hijau setinggi 5 meter. Masjid ini dihimpit rumah
penduduk dan bangunan toko.
Tak
ada papan informasi atau identitas nama masjid di bagian depan.
Peraturan Gubernur Jawa Barat yang keluar awal Maret lalu, memang
melarang pemasangan simbol-simbol terkait Ahmadiyah. Termasuk papan
nama.
Untuk masuk ke masjid ini, pengunjung
mesti lewat pintu belakang. Atas alasan keamanan, pintu ini
kadang-kadang ditutup rapat dan dikunci.
Luas masjid ini lebih 100 meter persegi.
Di dalam masjid, tepatnya dinding atas bagian kanan, dipasang spanduk
hijau kalimat syahadat berbahasa Arab. Artinya: Tiada Tuhan Selain
Allah, Nabi Muhammad Utusan Allah.
Jelang petang belasan Jemaat Ahmadiyah
yang tinggal di sekitar Masjid Nasir, siap menjalankan salat Ashar.
Tabik Allahu Akbar menggema dari dalam mesjid..
Sejak keluarnya Peraturan Gubernur
tersebut, kebebasan ibadah Jemaat Ahmadiyah jadi terganggu. Pengajian
kelompok yang biasanya rutin digelar, kini tak bisa lagi. Tindak tanduk
mereka diawasi, kata ulama Ahmadiyah, Dedeng Mulyana.
“Kalau ancaman langsung tak ada. Tapi
masjid di sekitar, yang terdengar dalam dakwahnya menyebut ‘Alhamdulilah
Ahmadiyah telah dilarang’.Kemudian kita awasi gerak-geriknya kalau ada
yang menyimpang kita laporkan kepada polisi. Itu suaranya terdengar di
mana-mana. Karena pakai speaker masjid. Itu sering kita dengar seperti
itu. Cacian dan hasutan kepada Ahmadiyah.Tapi kami biarkan saja”, kata
Dedeng.
Di kota dodol ini, ratusan anggota
Ahmadiyah berikut aset mereka, didata. Karena alasan keamanan, kata
aparat. Ketua Jemaat Ahmadiyah di Garut, Cecep Ahmad Santosa.
“Kalau misalnya langsung ke pengurus
ketika tak kami berikan ya (aparat) tak memaksa untuk data tsb. Meskipun
di lapangan ada anggota (Ahmadiyah) misalnya ada beberapa anggota yang
didatangi Koramil. Pendataannya misalnya nama, alamat, dan sebagainya”,
kata Cecep.
Aparat pun tak sebatas mendata. Mereka
juga membujuk anggota Ahmadiyah untuk ‘kembali’ ke Islam, meski orang
Ahmadiyah tak pernah merasa keluar dari Islam. Untuk meyakinkan, aparat
kerap membawa surat kabar lokal yang memberitakan sejumlah penganut
Ahmadiyah telah menanggalkan keyakinannya.
Jemaat
Ahmadiyah yang diklaim bertobat ada juga di Tarogong Kidul. Kiki
Rosayati, 60 tahun, bercerita ketika rumahnya didatangi anggota TNI pada
pertengahan Maret lalu. Kiki mengaku tak takut lantaran tentara yang
datang berperilaku sopan.
“Katanya dari Koramil, dia
menanyakan,’Betul ibu Ahmadiyah? ‘Ya betul,’kata ibu. Lalu dia bertanya
‘Kapan masuknya? Bagaimana di lingkungan sini? Ya ibu jawab seadanya.
Katanya kalau mau “menurunkan label” ibu bisa saya jembatani. Tapi kalau
ibu gak (mau), harus diketahui ibu itu Ahmadiyah. Ya saya ucapkan
terima kasih,kalau mau dilindungi. Itu yang diharapkan”, cerita Kiki.
Kiki mengartikan “menurunkan label” yang
disampaikan anggota TNI tersebut sebagai tawaran untuk pindah
keyakinan. Kata Kiki, tentara itu juga menunjukan koran berisi kabar
Ahmadi yang ‘kembali’ ke Islam. Maksudnya untuk membujuk.
Modus yang sama juga dilakukan di
Kecamatan Tarogong, 3 kilometer dari tempat tinggal Kiki. TNI datang,
mendata, sembari menunjukkan koran, kata Syafaat Supriatna. Syafaat
bergeming.
“Jadi kedatangan bapak dari ABRI (TNI).
Katanya sambil memperlihatkan berita di koran ada 4 rumah Jemaat
(Ahmadiyah) di Bogor yang dirusak. Saya sikapi dengan positif, terima
kasih. Kemudian dia menawarkan kalau mau syahadat lagi.Dia mau
menjembatani”, kata Syafaat.
Komandan Kodim 0611 Garut, Edy Yusnandar mengakui ada pendataan itu. Ini bukan hal aneh, kilahnya.
“Pendataan itu tidak semata terkait
dengan Ahmadiyah semata atau hal-hal yang insiden. Tetapi pendataan itu
program kami sepanjang tahun. Sudah rutin memang, Itu dilakukan terus
menerus. Bukan hal yang aneh, atau yang baru kita lakukan. Konteksnya
untuk pembinaan teritorial, geografi,demografi dan kondisi sosial”, kata
Edy.
Tapi bagi Jemaat Ahmadiyah pendataan
yang dilakukan tentara sesuatu yang ganjil. Salah satu penganut
Ahmadiyah Kota Garut, Hanayuda, “Banyak pihak yang mengatakan itu tidak
baik. Kok TNI seperti itu? Mungkin karena tak ada garapan perang atau
apa jadi larinya “ke sana” (tertawa). Kami menghargai bantahan dari
pemimpin tentara”.
“Bahwa mereka tak melakukan itu. OK lah. Senantiasa Ahmadiyah itu meng-OK-kan saja. Sabar saja”, lanjut Hanayuda sambil tertawa.
Bagi Komnas HAM, alasan apa pun yang
diajukan TNI untuk mendata, tak ada yang bisa dibenarkan. Ketua Komnas
HAM, Ifdhal Kasim mengatakan, ini melanggar HAM.
“Panglima TNI harus segera menghentikan
atau menegur secara langsung Komandan Kodim yang di mana anak buahnya
yang terlibat masuk ke urusan menjaga ketertiban umum itu”, kata Ifdhal.
Impian penganut Ahmadiyah seperti Dedeng dan Cecep tak muluk. Bebas dan aman menjalankan ibadah sesuai keyakinan.
“Ya kalau saya perhatikan dari pergub
ini itu sama dengan memberangus kebebasan seseorang yang hidup di
Indonesia. Kalau kita kembalikan ke UUD 1945 kebebasan berkeyakinan dan
beragama betul betul dijamin”, kata Dedeng.
Sementara Cecep berharap pemerintah
kembali lagi pada pilar NKRI, Pancasila, Kebhinekaan dan UUD 45.
“Kembali lagi ke sana. Tidak hanya untuk Ahmadiyah”, tutup Cecep.
Demikian Saga KBR68H yang disusun Taufik Wijaya.
Retrieved from: http://www.kbr68h.com/perbincangan/guru-kita/4384-operasi-sajadah-di-bumi-pasundan
Retrieved from: http://www.kbr68h.com/perbincangan/guru-kita/4384-operasi-sajadah-di-bumi-pasundan