Sunday, August 7, 2011

Bung Karno, Malik Aziz Ahmad Khan, A. Hassan dan Surabaya

Jejak Langit, 26 Agustus 2007

"Saya (Ny. Netty Partakoesoema) mendampingi Suami (Amin Martakoesoemah) sebagai Kapolres Bangil (Jatim) sebelum pindah ke Jambi, Sumatera (1952 - 1956). Tinggal di Bangil dengan anak-anak yang yang masih kecil (Ninik, Rita, Riki, Ade.Riki dan Ade lahir di Bangil) Sebagai keluarga pejabat daerah memungkinkan saya untuk mengenal hampir semua tokoh masyarakat di Bangil dan beberapa tokoh di Surabaya. Saya sering ke Surabaya dan menyempatkan diri ke Mesjid Jemaat di Jl. Bubutan.

Saya dan Bapak sering bersilaturrahmi dengan Bapak Maulana Malik Aziz Ahmad Khan (rahimaullahu alaih). Saya sering menemukan beliau seorang diri di Mesjid itu dengan segala kesederhanaannya.Keluaraga beliau ditinggal di Jawa barat. Dapur dan segala prabotannya termasuk makanannya yang sangat sederhana. Kompor minyak tanah satu dan sudah tua, piring hanya tiga buah, sendok-sendok 'kodok' sederhana yang terbuat dari seng.Emberkaleng dan gayung kaleng, bekas mentega "palemboom". Ada sepeda tua yang selalu parkir dekat pintu mesjid yang juga berdempetan dengan rumah Bapak Abdoel Gafur. Jika kami datang silaturrahmi kepada beliau, beliau selalu sibuk dan pergi dengan sepedanya membeli makanan kecil untuk kami. Meskipun kami melarang beliau untuk tidak repot-repot.

Tidak jarang saya diam-diam meneteskan airmata melihat kesederhanan hidup Sang Mujahid ini dalam mengembang dakwah Hadhrat Imam Mahdi a.s. di kawasan Jawa Timur. Saya memanggil Maulana Malik dengan sapaan "Om" karena kebiasaan keluarga kami di Jawa Barat. Kami pernah tinggal di Bandung, Garut, Bogor, Sukabumi dan Jakarta. Papi pejabat di PU dari zaman kolonial hingga era kemerdekaan. Sedang asal Papi dari Keluarga Galuh Ciamis. Papi saya, Ir. Gumiwa Partakoesoma (alm), seingat saya sering bahu membahu dengan banyak bapak muballigh markazi awal di Jawa Barat dan Jakarta. Termasuk Maulana Malik. Saya pernah mengikuti Tabligh Akbar dan beliau sebagai pembicara tunggal di suatu gedung bersejarah yang megah di Surabaya.

Pada saat-saat tertentu, Maulana Malik datang ke Bangil dan menginap di rumah. Rumah memang tempatnya para pejabat daerah untuk bersilaturrahmi termasuk tokoh-tokoh agama. Dari sekian tokoh yang sering datang ke rumah adalah Tuan A. Hasan, lawan debat Maulana Rahmat Ali HA OT di Gang Kenari Jakarta, 1933. Tuan A.Hasan sering minta berbagai macam sumbangan termasuk menjual buku-buku dan majalah terbitan Persis (Persatuan Islam). Saya sendiri tidak mengatahui cerita ini pada awalnya, karena masa itu, kata Papi Gumiwa saya baru bisa berjalan. Ini cerita Papi Gumiwa.

Kepada Bapak Amin, suami saya, Tuan A. Hasan sering menghadiahkan Majalah Al Muslimun, asuhan beliau dan diterbitkan oleh Persis (Persatuan Islam). Kadang Papi Gumiwa juga kalau datang ke Bangil sering membawa majalah Sinar Islam, Majalah terbitan Jemaat di tahun 1932 di Batavia.Terkadang juga beliau kirim per pos.Saya tidak terlalu mengetahui di masa itu, bahwa Sinar Islam dan Almuslimun sering menampilkan perdebatan sengit soal-soal Ahmadiyah. Keahmadiyahan, zaman itu,saya tidak banyak mengetahui. Cuma, papi seing menganjurkan dan mengajarkan kecintaan yang tulus kepada Jemaat dan kepada para "bapak utusan." Di zaman itu bapak-bapak muballigh kita panggil dengan sapaan "bapak utusan". Tuan A. Hasan pindah ke Bangil setelah lama bermukim di Bandung. Di Bangil, selain penduduk keturunan Madura, memang banyak juga penduduk yang berdarah ketuirunan India-Pakistan.

Rupanya suatu ketika Tuan A.Hasan ke rumah dan menemukan Majalah Sinar Islam. Alangkah kagetnya beliau. Kepada Bapak Amin, Tuan A.Hasan bertanya, apa kaitannya dengan Pak Amin dengan Sinar Islamnya Ahmadiyah. Dengan tulusnya, bapak Amin mengatakan bahwa mertua beliau, Papi Gumiwa adalah tokoh Ahmadiyah. Konon, merah padam muka beliau melihat kenyataan ini. Sejak saat itu, Tuan A. Hasan tidak pernah lagi datang ke rumah. Peristiwa ini saya ceritakan ke Papi Gumiwa dan saya minta kepada beliau apa sebenarnya hubungan Ahmadiyah dengan A. Hassan. Maka Papi bercerita tentang perdebatan Gang Kenari, Batavia Centrum,
yang terkenal dengan "kekalahan" Persis dengan A. Hasan sebagai debaternya melawan Ahmadiyah itu.Debater dari Ahmadiyah adalah Maulana Rahmat Ali HAOT dan Maulana Abubakar Ayyub HA. Di kemudian hari setelah debat Gang Kenari itu banyak murid Tuan A. Hasan dari Persis masuk Jemaat. Termasuk murid kesayangannya yang bernama Marah Mansoer, berdarang Minang, tinggal di Bogor yang dikemudian hari diantaranya menurunkan keluarga Bapak Osvian Mansoor yang menetap di Kopleks Perumahan Dosen UI di Ciputat Jakarta itu. Termasuk juga Bapak Ismed Mansoor anggota Jemaat Peninggilan, Tangerang, Banten.

Selang berapa lama, di sekitar 1956 (?) Bung Karno (BK) ke Surabaya. Saya dipercaya oleh Guibernur Jatim waktu itu untuk bergabung bersama team penjemput Presiden di Gubernuran. Alhamdulillah Bung Karno masih mengingat saya. Saya di masa-masa awal kemerdekaan beberap kali tampil di depan Bung Karno membawakan tari-tarian dan kesenian daerah Sunda, Jawa Barat. BK dengan Papi Gumiwa sama-sama dari almamater ITB Bandung. BK lahir Juni 01, Papi Gumiwa Agustus 02.

Keesokan harinya, BK dan rombongan akan meninggalkan Surabaya kembali menuju Jakarta. Kami mengantarkan BK ke Stasiun KA. Di sana para pembesar Jawa Tiumur tumpah ruah termasuk Tokoh Masyarakat. Saya bersama team mengantar BK hingga ke pintu KA. Tiba-tiba di sana ada Tuan A.Hasan bersalaman dengan BK dan kemudian dengan Maulana Malik Aziz. BK lama sekali menjabat tangannya Maulana Malik. Semua mata menuju Maulana. Kemudian saya dan kawan-kawan juga ada di sana. Tiba-tiba BK melihat saya dan kemudian beliau menjulurkan tangannya mengusap-usap kepala saya. BK berangkat ke Jakarta.Saya dan Maulana sempat mengobrol sebentar sebelum berpisah. Di kejauhan, A. Hasan dengan jalan yang agak pincang-pincang, pulang sendirian setelah sekali menyempatkan menoleh kepada kami berdua. (*)

--
Saya kutip dari Catatan-Catatan "30 TAHUN DALAM BAHTERA," Di bawa judul "RADEN GUMIWA PEWARIS KERAJAAN GALUH MASUK AHMADIYAH". Kumpulan catatan dan naskah Padepokan Sukolangit, Cimanuk, Pandeglang, Banten.*** (Catatan dari Putra Setia, Ibu Netty Martakoesoemah, kini menetap di Kompleks Perwira Polri, Palmerah, Jakarta Barat. Kini, beliau adalah isteri Maulana Zafrullah Nazir Mbsy. Maulana Zafrullah adalah mantan Muballigh Ahmadiyah Wilayah Banten dan kini sebagai Dosen Jamia Ahmadiyah, Parung, Bogor, Jawa barat).***

Retrieved from: http://aadaengp.blogspot.com/2007_08_01_archive.html

1 comment:

  1. Apakah bener artis terkenal Raffi Ahmad merupakan cucu MALIK AZIZ AHMAD KHAN

    ReplyDelete