mubarik.wordpress.com, Saturday, March 15, 2008
Rabu pagi pk. 10.20, 12 Maret 2008 pesawat Batavia Air yang dijadwalkan berangkat pkl.08.20 baru saja lepas landas dari Bandara Sukarno-Hatta menuju Surabaya. Selain Amir JAI KH. Abdul Basit, ikut pula mengiringi perjalanan ziaroh pertama kali ini yaitu; Anwar Said Sekr. Umur Khorijiah, Abdul Qoyum Sekr. Audio Video dan penulis (Mubarik Ahmad) rombongan Ahmadiyah ini ditemani oleh seorang intelektual muda NU, Zuhaeri Misrawi yang akrab disapa Gus Mis. Ikut juga seorang crew kameramen MTA, A. Wahid yang berangkat lebih dahulu menggunakan pesawat Sriwijaya Air. Tiba di Surabaya pk. 11.40, ikut menyambut di pintu keluar Airport, Mubwil Jatim Mln. Maksum, Sekr. Tabligh Abdul Rozak, Tarko Ahmadi, Umar Farouk, Suwidji dan anaknya Arief, Nur Iskandar dan beberapa khudam, sebagian dari mereka ikut menyertai ziaroh ke Jombang.
Kami tiba di Pasarean Makam KH. Hasyim Asy’ari pk. 15.20, rupanya teman2 Media dari SCTV, RCTI, Trans TV dan Lativi sudah sejak pagi menunggu kedatangan rombongan Amir JAI. Setelah selesai berdo’a dikompleks makam tersebut dilanjutkan dengan sholat Zuhur yang dijama’ dengan Asar dimasjid milik Ponpes Tebu Ireng yang kini sedang dibangun dan diperluas. Gus Sholah menerima rombongan pk. 16.25 dan beramah tamah selama lebih kurang 1 jam lamanya.
“Wah ini senior saya…”, spontan Gus Sholah menyapa pak Qoyum terlebih dahulu. Dengan senyum gembira kedua orang yang bersahabat sejak masih mahasiswa di ITB ini bersalaman dan berpelukan. Selain dengan pak Qoyum, Gus Sholah juga mengenal dengan baik kang Uung (Mansyur Ahmad putra Mln. Malik Ahmad Khan) keduanya adalah anggota WANADRI dan juga dengan ibu Amatul Qoyum (adik alm. Khalid Qoyum) karena mereka dulu pernah bertetangga di Kwitang Jakarta.
Ternyata keluarga KH. Wahid Hasyim ini memiliki teman dari kalangan Ahmadi, Gus Dur adalah teman sekolahnya da Kholil (kakak Muawar Azis, SH) dan Gus Im adalah teman main Mumu Pontoh. Begitu informasi yang saya dapat.
Dalam kesempatan silaturohim tersebut Amir mengundang Gus Sholah untuk bisa ikut hadir dalam Perayaan Seabad Khilafat yang berbarengan dengan Jalsa Salanah di London pada bulan Juli 2008. Undangan tersebut diterima dan disambut dengan baik oleh Gus Sholah yang akan mengatur dan mengagendakan acaranya untuk bisa hadir di London Juli nanti.
Tepat pk. 17.40 rombongan kembali ke Surabaya langsung menuju tempat menginap yang telah disediakan oleh teman pak Qoyum, sebuah rumah yang cukup bagus dan mewah terletak persis didepan Carrefour.
Keesokan paginya kami sempat menonton bersama berita SCTV yang menayangkan ziaroh dan kunjungan ke Posnpes Tebu Ireng, cukup lama tayangan pemberitaan itu, memang satu hari sebelumnya saya menelpon langsung sdr. Hansen Kepala Biro SCTV Jawa Timur tentang kunjungan Amir ini dan juga beberapa TV lainnya. Tepat pk.08.00 rombongan berangkat ke Madura, kali ini tanpa pak Qoyum yang telah kembali ke Jakarta. Eh gak dinyana dalam perjalanan menuju Bangkalan ini, mobil kami disalip oleh mobil sport Mercedes Benz SLK500. Wah ternyata orang Madura gak kalah dengan orang Jakarta. Kami tiba di Pasarean makam Syaikuna Kholil di Bangkalan Madura pk. 10.17. Rombongan JAI yang dipimpin oleh Amir berdo’a dimakam tersebut. Setelah beristirahat diwarung yang terletak persis didepan Makam Mbah Kholil, rombongan kembali menyeberang menggunakan Ferry menuju Surabaya untuk melanjutkan ziaroh ke Makam Sunan Ampel (R. Ahmad Rahmatullah).
Menurut keterangan Gus Mis, Mbah Kholil adalah guru KH. Hasyim Asy’ari. Beliaulah yang memerintahkan Hasyim muda untuk membuat NU yang beliau ramalkan akan menjadi besar nanti. KH. Hasyim Asy’ari bejalan kaki dari Jombang ke Bangkalan Madura untuk belajar agama dengan KH. Kholil. Anehnya setibanya di petilasan Mbah Kholil, beliau tidak diajar apa2, hanya disuruh bersih-bersih sekitar rumah dan setelah beberapa hari disuruh pulang dengan perintah mendirikan NU. Konon katanya Mbah Kholil memiliki kemampuan mengajar yang luar biasa. Banyak orang yang datang kepada beliau tidak diajar apapun juga mengenai ilmu-ilmu Islam ataupun mengaji, banyak diantaranya yang hafiz Qur’an setelah berjumpa beliau.
“Itu ilmu Laduni namanya”, Gus Mis menjelaskan.
Pk. 12.15 rombongan tiba di Pasarean Makam Sunan Ampel. Kompleks pemakaman ini cukup luas dengan masjid yang besar dan telah berusia 5 abad. Banyak para peziarah berdatangan kesini dari pelosok tanah air. Pintu masuk ke kompleks makam dan masjid melalui lorong pasar yang meriah dengan aneka jualan khas Islam. banyak dijual pakaian muslim dan tentu saja kurma dari berbagai jenis.
Setelah meminta izin dengan petugas setempat kami berziarah ditemani oleh petugas yang ditunjuk. Kami dibolehkan mengambil gambar dan video dikompleks makam tersebut. Perjalanan ziaroh dimulai dari bangunan masjid yang megah dan terbuat dari kayu jati. Setelah itu langsung menuju makam Sunan Ampel. Dengan duduk bersila Amir beserta rombongan dengan khusu’ berdo’a didepan makam Sunan Ampel.
Setelah makan siang diwarung makan sederhana, saya sendiri menyantap cumi2 dengan nasi setengah piring plus semangkuk sup ikan Bandeng, rombongan melanjutkan perjalanan menuju arah Porong Sidoarjo untuk menyaksikan dari dekat musibah nasional yang dikenal dengan ‘Lumpur lapindo’ itu. Sungguh dahsyat musibah ini. Dari kejauhan dijalan menuju lokasi sudah terlihat tanggul penahan yang tingginya lebih dari 4 meter dari atas permukaan jalan. Setelah menaiki tanggul penahan, sejauh mata memandang hanya hamparan lumpur saja, tampak menyembul beberapa atap rumah yang telah tenggelam oleh lumpur panas itu. Kami menyewa ojek untuk dapat lebih dekat lagi kelokasi yang masih aktif megepulkan asap tebal, sepuluh ribu perak, cukup murah dan lumayan bagi para warga yang kini berubah profesi menjadi tukang ojek karena pabrik tempat mereka menggantungkan harapan telah tertimbun oleh lumpur ganas yang terus menerus keluar dari perut bumi.
Malam harinya tepat pk. 19.30 rombongan JAI menuju kantor pusat Jawa Pos Group. Setibanya disana kami disambut dengan tepukan meriah para jurnalis yang sedang sibuk mengejar deadline. Kami langsung diajak duduk ditengah-tengah ‘dapur’ Jawa Pos. Meja tamu berbentuk bundar dan terletak ditengah-tengah ruangan kantor sehingga kami dengan bebasnya dapat menyaksikan kesibukan para wartawan dalam menyusun berita untuk naik cetak tengah malam nanti.
Keesokan paginya rombongan kembali ke Jakarta sedangkan Amir melanjutkan perjalanan ke Makassar. Di Bandara kami bertemu dengan seorang anggota DPRRI yang kebetulan juga tokoh NU.
“Wah Ahmadiyah ternyata Ahlus Sunnah juga sama dengan NU”, spontan ucapan itu keluar setelah mendengar pejelasan Gus Mis mengenai maksud kedatangan Amir JAI beserta rombongan ke Jawa Timur ini.
Ide berziaroh ke Pendiri NU ini dikemukakan oleh Gus Mis sewaktu kami pergi ke Garut dalam rangka menggalang Aliansi Jawa Barat serta konsolidasi bantuan hukum dengan LBH Bandung 9 hari sebelumnya tepatnya hari Senin 3 Maret 2008. Ide ini langsung ditanggapi dengan serius oleh Sekr. Umur Khorijiah Anwar Said dan Sekr. Tabligh Abdul Rozak.
Saya hanya sekedar ‘manas-manasin’ aja agar ide ini segera terwujud.
Photo-photo perjalanan ziaroh dapat dilihat di http://mubarik.multiply.com
Slipi, Sabtu 15 maret 2008 pk. 10:10:20 pm
Retrieved from: http://mubarik.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment