Bahrum Rangkuti lahir pada tanggal 7 Agustus 1919 di Galang, Riau. Ayahnya bernama M. Tosib Rangkuti dan ibunya, Siti Hanifah Siregar. Jadi, walaupun Bahrum lahir di Riau, ia adalah putra Mandailing asli. Rangkuti adalah marganya. Bahrum dibesarkan dalam keluarga Islam yang kental, ayahnya mendalami tarikat dan ibunya menyenangi tasawuf dan mistik.
Bahrum mengawali pendidikan formalnya di kota Medan. Ia masuk ke HIS (Hollands Inlandse School) , sekolah Belanda, setingkat sekolah dasar. Dari HIS, ia melanjut ke HBS (Hogere Burger School), setingkat dengan sekolah menengah pertama. Tamat dari HBS, Bahrum pindah ke Yogyakarta dan melanjutkan studinya di AMS (Algemene Middekbare School), setingkat dengan sekolah menengah atas. Dari AMS ini ia melanjutkan lagi pendidikannya ke Faculteit de Lettern, yang kemudian menjadi Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Ia belajar bahasa-bahasa Timur sampai tingkat sarjana muda.
Ia juga pernah belajar di Jamiatul Mubasheren, Rabwah, di pakistan pada tahun 1950. Rabwah adalah sebuah desa kecil di tepi sungai Cenaab, tempat latihan para misionaris Islam yang bertugas ke seluruh dunia. Akan tetapi, ternyata, Bahrum tidak berminat menjadi misionaris.
Sekembali dari Pakistan, Bachrum melanjutkan kuliahnya di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, untuk mendapatkan gelar sarjana penuh dan tamat pada tahun 1960. Ia menguasai tujuh bahasa, Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Arab, Urdu, dan bahasa daerahnya.
Dengan pengetahuan bahasa yang dimilikinya, Bachrum, kemudian bekerja sebagai penerjemah. Ia bekerja sebagai penerjemah bahasa Inggris dan Prancis, di samping menjadi wartawan freelance dan guru di sebuah sekolah menengah atas di Jakarta.
Bachrum Rangkuti pernah berceramah mengenai aspek sosial hari raya di depan para perwira ALRI pada saat Angkatan Laut RI itu dipemimpin oleh Edi Martadinata. Ternyata, ceramahnya itu sangat memukau Edi dan para perwira. Lalu, Edi meminta Bachrum untuk menjadi Ketua Dinas Perawatan Rohani Islam di AL dan diberi pangkat kolonel tituler.
Walaupun telah menjadi kolonel tituler ALRI, Bahrum tidak dapat mengabaikan kecintaannya terhadap dunia sastra. Dunia itu selalu menarik dan memanggil hati nuraninya. Oleh karena itu, ia pun muncul di Pusat Kesenian Jakarta pada tanggal 28 September 1969 membacakan sajak-sajak Iqbal, pengarang dari Pakistan.
Karya Bahrum Rangkuti
1) Puisi:
a. Sajak-sajak yang Sudah Diterbitkan
(1) “Tuhanku” Pandji Poestaka (1943)
(2) “Langit dan Bumi Baru” Pandji Poestaka (1944)
(3) “Peperangan Badar” Pandji Poestaka (1944)
(4) “Prajurit Rohani” Pandji Poestaka (1944)
(5) “Akibat” Pantja Raja (1946)
(6) “Borobudur” Pantja Raja (1946)
(7) “Cita-Cita” Pantja Raja (1946)
(8) “Doa Makam” Pantja Raja (1946)
(9) “Hidupku” Pantja Raja (1946)
(10) “Insyaf” Pantja Raja (1946)
(11) “Kembali” Pantja Raja (1946)
(12) “Laut Kenangan” Pantja Raja (1946)
(13) “Sakura” Pantja Raja (1946)
(14) “Tugu Kenangan” Pantja Raja (1946)
(15) “Laila” Gema Suasana (1948)
(16) “Pasar Ikan” Gema (1948)
(17) “Sajak-Sajak Muhammad Iqbal” Siasat (1951)
(18) “Syuhada” Hikmah (1952)
(19) “Iqbal” Hikmah (1953)
(20) “Malam dari Segala Malam” Gema Islam (1962)
(21) “Pesan” Gema Islam (1966)
(22) “Nafiri Ciputat” Horison (1970)
(23) “Anak-Anakku” Horison (1971)
(24) “Dunia Baru” Horison (1971)
(25) “Ayahanda” Horison (1971)
(26) “Bunda” Horison (1971)
(27) “Lebaran di Tengah-Tengah Gelandangan” Horison (1971)
(28) “Mercon Malam Takbiran” Horison (1971)
(29) “Pejuang” Horison (1971)
(30) “Rumah” Horison (1971)
(31) “Sembahyang di Taman HI” Horison (1971)
(32) “Tuhan di Tengah-Tengah Insan” Horison (1971)
(33) “Sumbangsih” Koninklijke Boekhandel dan Drukkery G. Kollf dan Co
(34) “Hikmah Puasa dan Idul Fitri” Koninklijke Boekhandel dan Drukkery G. Kollf dan Co
b. Sajak-sajak yang Belum Diterbitkan dan Tahun Ciptaannya
(1) “Tao Toba” (1970)
(2) “Sipirok” (1970)
(3) “Natalandi Gita Bahari” (t.th.)
(4) “Nunukan” (1970)
(5) “Mesjid di Tanjung Selor” (1970)
(6) “Ka’bah” (1971)
(7) “Bungan Bondar” (1971)
(8) “Mina” (1971)
(9) “Madinah” (1971)
(10) “Arafah” (1971)
(11) “Makkah” (1971)
(12) “Hajir” (1971)
(13) “Nisbah” (1971)
(14) “Yang Genap dan Yang Ganjil” (1971)
(15) “Bengkel Manusia” (t.th.)
(16) “meluruskan bahtera” (1973)
(17) “Nyanyian di Pohon Kelapa” (1973)
(18) “Mi’raj” (t.th.)
(19) “kepada Biniku A. Bara” (t.th.)
(20) “Isa a.s.” (1969)
(21) “Idul Fitri” (t.th.)
(22) “Mula Segala” (1969)
(23) “Muhammad s.a.w.” (1969)
(24) “Beton, Beling, dan Besi” (t.th.)
(25) “Laut Lepas Menanti” (t.th.) (PDS. H.B. Jassin)
2) Drama
(1) “Laila Majenun” Gema Suasana (1949)
(2) “Sinar memancar dari Jabal Ennur” Indonesia (1949)
(3) “Asmaran Dahana” Indonesia (1949)
(4) “Arjuna Wiwaha”
3) Cerpen
(1) “Ditolong Arwah” Pandji Poestaka (1936)
(2) “Rindu” Poedjangga Baroe (1941)
(3) “Renungan Jiwa” Pandji Poestaka (1942)
(4) “Ngobrol dengan Cak Lahama” gema Suasana (1946)
(5) “Sayuti Parinduri Alfaghuru” atau “Antero Krisis Cita, Moral, dan benda” Zenith (1952)
(6) “Laut, Perempuan, dan Tuhan” Gema Tanah Air (1969)
4) Esai
(1) “Setahun di negeri Bulan Bintang I” Zenith (1951)
(2) “Setahun di negeri Bulan Bintang II” Zenith (1951)
(3) “Setahun di negeri Bulan Bintang II” Zenith (1951)
(4) “Angka dan Penjelmaannya” Zenith (1951)
(5) “Pengantar kepad Cita Iqbal” Indonesia (1953)
(6) “Kandungan Al Fatihah” (1953)
(7) “Nabi Kita” Bacaan untuk Anak-anak (t.th.)
(8) “Islam dan kesusastraan Indonesia Modern”: skripsi s-1 (1961). Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul
(9) “Islam and “Modern Indonesian Literature”
(10) “Pramudya Ananta Toer; dan Karya seninya” (1963)
(11) “Terapan Hikmah Isra dan Mikraj dalam kehidupan Sehari-hari” Operasi (1968)
(12) “Muhammad Iqbal Pemikir dan Penyair” ceramah di TIM (1969)
(13) “Ceramah Tentang Cita-Cita M. Iqbal” TIM (1976)
(14) “Al Quran, Sejarah, dan Kebudayaan” Pidato pengukuhan sebagai Guru Besar (1976)
(15) “Sejarah Indonesia I dan II”
(16) “Metode Mempelajari Tafsir Qur’an dan Bahasa Arab”
(17) “Sejarah Khalifah Usman r.a”
(18) “Sejarah Nabi Muhammad s.a.w”
(19) “Islam dan PEmbangunan”
(20) “The Spritual Wealth in Islam”
5) Terjemahan
(1) “Puisi Dunia” karya Sophocles dari Antagone (1948)
(2) “Dengan Benih Kemerdekaan” karya Alexander Pushkin (1949)
(3) “Kepada Penyair” karya M. Iqbal
(4) “Insan dan Alam” karya M. Iqbal (1953)
(5) “Waktu itu Adalah Pedang” karya M. Iqbal (1953)
(6) “Iqbal Di Hadapan Rumi” karya M. Iqbal (1953)
(7) “Soledad Montoya” karya Lorca
(8) “Lintas Sejarah Dunia” karya Jawaharlal Nehru
(9) “Asrar-J. Khudi” karya Dr. Muhammad Iqbal.
http://www.pusatbahasa.depdiknas.go.id/
Retrieved from: http://bumibebas.blogspot.com/2007/06/bahrum-rangkuti.html.
Also available at: http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/lamanv42/?q=detail_tokoh/699 and http://bimasislam.kemenag.go.id/index.php?view=article&id=1643&option=com_content&Itemid=91
Tambahan din blog: http://bimasislam.kemenag.go.id/index.php?view=article&id=1643&option=com_content&Itemid=91
Di antara karya-karyanya di atas, tafsir Kandungan al-Fatihah adalah yang paling monumental. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang Jakarta tahun 1976. Buku ini merupakan cetakan ke depalan.
Karya Bahrum Rangkuti ini merupakan hasil diskusi dan perdebatan dirinya dengan kedua temannya, yaitu Amin Suroso dan Sumantri. Tema yang dibincangkan adalah seputar koherensi teologis islam dengan cita pancasila sebagai dasar negara. Sebagai sumbernya maka diambillah surat al-Fatihah sebagai tema diskusi. Ketiganya melakukan ekplorasi mendalam terhadap isi kandungan surat al-Fatihah, yang merupakan induk atau ruh dari isi al-Qur’an secara utuh, dengan menggunakan visi kebudayaan, kemudian menghadapkannya dengan cita pancasila sebagai upaya dialog guna memperoleh nilai dan hakikat kerohanian pada pancasila. Bahrum menulis : “ Adalah maksud pengarang menafsirkan al-Fatihah dengan visi kebudayaan dan lalu menghadapkannya dengan nilai-nilai Pancasila supaya oleh konfrontasi yang jujur antara sumber cita itu dapatlah menjelma kiranya nilai dan hakikat kerohanian pada Pancasila”
Intinya, Bahrum Rangkuti dan kedua temannya bermaksud mengkaji al-Fatihah di satu sisi sebagai firman Allah, dan Pancasila sebagai dasar negara, agar diperoleh sinkronisasi keduanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka hendak mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ataupun pertentangan antara nilai-nilai ketuhanan yang diwakili surat al-Fatihah dengan pancasila. Justru keduanya saling menguatkan satu sama lainnya.
Dilihat dari karakteristiknya, Kandungan al-Fatihah ini dapat dikategorikan sebagai tafsir bil-Ma’tsur. Hal ini dibuktikan dengan adanya hadis sebagai sumber penafsirannya. Tema-tema yang terdapat dalam buku ini banyak diperkuat dengan hadis-hadis yang dikuatkan dengan kekuatan nalarnya.
Launnya adalah adabi-ijtima’i. Sebagaimana dijelaskan dalam kata pengantarnya, Bahrum Rangkuti menjelaskan bahwa penafsirannya berdasarkan visi kebudayaan. Artinya ia lebih menitikberatkan kepada visi al-Fatihah dalam konteks kebudayaan bangsa Indonesia dengan Pancasila sebagai sandingannya.
Sebagai contoh dalam bab X dengan tema “ Al-Fatihah dengan Pancasila”. Bahrum mengawali tema ini dengan realitas sosial yang melahirkan dua kubu dalam memandang Pancasila, yaitu kelompok yang “haram” menpancasilakan al-Fatihah, dan kelompok yang menganggap “gila” mengalfatihahkan Pancasila. (hal. 115).
Dalam uraiannya, Bahrum Rangkuti mencoba mengungkap keselarasan antara al-Fatihah sebagai hukum Tuhan dengan Pancasila sebagai hukum manusia. Menurutnya al-Fatihah dan Pancasila memilki kesesuaian dalam menata kehidupan berbangsa di Indonesia. Inti dari ajaran al-Fatihah pada dasarnya juga diakomodasi dala Pancasila.
Sistematika penulisan buku ini disusun berdasarkan tema yang ditandai dengan nomor urut. Terdapat 12 tema yang diangkat dalam buku ini, yaitu : tema Surat al-Fatihah, Manifestasi Cita Islam, Al-Fatihah Mengenai Nilai Politik, Sosialisme Dari Tinjauan Sinar Islam, Cita Ekonomi Islam, Latar Belakang Larangan Islam, Cara Islam Mengsirkulasikan Uang/Harta, Lingkupan Sejarah Dalam Untaian Dialog, Al-Fatihah Dengan Pancasila, dan Tirta Rohaniah Bagi Menyuburkan Pancasila.
No comments:
Post a Comment