KBR68H - Sebulan sudah panti asuhan milik Ahmadiyah di Tasikmalaya, Jawa Barat, digembok. Belum ada tanda-tanda gembok akan segera dibuka. Panti ini digembok polisi dengan alasan ‘menjaga ketertiban’. Berbatas tembok dan pagar yang dikunci, 10 anak Ahmadiyah masih tinggal di dalam panti. Reporter KBR68H Johana Purba datang ke Desa Kawalu, tempat panti asuhan ini berada, bertemu kesepuluh anak itu (bagian pertama).
Digembok
Lokasi Panti Asuhan Al Kautsar milik Ahmadiyah ini ada di Tasikmalaya, Jawa Barat. Provinsi ini menjadi daerah yang tingkat intoleransinya paling tinggi sepanjang 2010.
Gembok dipasang polisi sejak 8 Desember 2010. Artinya sudah sebulan lebih 10 anak panti asuhan ini dikurung di dalamnya. Mereka berasal dari berbagai daerah. Ada yang dari Tasikmalaya, ada juga yang dari Lombok, tempat di mana keluarga-keluarga Ahmadiyah diusir ke Asrama Transito.
Gembok mengunci dua pintu utama, sehingga anak-anak harus melewati lubang kecil di pintu samping. Melewati tembok, lantas melompati pagar setinggi 2 meter. Panti Asuhan Al Kautsar menempati rumah bernomor 288. Terdiri dari satu bangunan lama warna putih-hitam, dan rumah warna oranye. Di sini juga ada lapangan bola, berdampingan dengan kali dan sawah.
Setelah digembok, di dalam panti asuhan ini masih ada 10 anak Jamaah Ahmadiyah. Mereka tak hanya berasal dari Tasikmalaya, tapi juga berbagai daerah. Termasuk dari Lombok, NTB, tempat orangtua mereka diusir ke Asrama Transito.
Siang itu, di penghujung 2010. Anak-anak tampak sedang bercengkrama dengan pembimbing mereka, Shihab, di kamar nomor 2, dalam panti asuhan. Wajah mereka tampak letih, lebih banyak tertunduk. Rona segar baru mampir ketika canda segara dilontarkan. Mereka enteng saja bercerita soal penggembokan panti 8 Desember lalu. Seperti diceritakan Soleh, anak panti asal Mayang Cinde, Jawa Barat. “Ada yang tanya, kenapa digembok? Ya kan nggak ada kuncinya, bilang saja gitu,” kata Soleh santai.
Karena FPI
Penggembokan ini dipicu ulah Front Pembela Islam. Dalam pawai Tahun Baru Islam awal Desember 2010, FPI mengancam akan melakukan penyerangan ke Panti. Alasannya, itu panti milik Ahmadiyah. Polisi lantas menggembok panti dengan dalih menghindari keributan.
Kelakar mereka, suara tawa mereka, tetap ada meski mereka dikurung dalam panti. Ketika insiden penggembokan terjadi, anak-anak ini hanya berdiam. Di dalam panti, di kamar, atau di perpustakaan. Mereka hanya mendengarkan kekacauan di luar sana, tanpa perlawanan. Amar Rahmad ada di dalam panti saat itu. “Pertamanya ada pertemuan di Tasikmalaya, tapi tidak ada kesepakatan dengan jemaat. Makanya ini digembok.”
Amar mungkin terdengar tenang, namun sebenarnya saat itu dia mengaku cukup tegang. Apalagi ia pernah juga mengalami saat-saat buruk ketika kampung halamannya dibakar, di Sadasari, Majalengka, Jawa Barat, 2008 silam. Warga Ahmadiyah di sana juga dimusuhi sekelompok ormas yang lantas membakar kampung mereka. Beruntung orang tuanya selamat. Warga lantas menata ulang kehidupan di atas puing kehancuran desa.
Dikucilkan, Didiskriminasi
Menjadi seorang Ahmadiyah di Indonesia adalah suatu tantangan. Akidah yang mereka yakini dianggap berbeda. Tidak heran mereka sering dimusuhi, meski di kampung halaman sendiri. Kalau tidak kampungnya dirusak, banyak pengikut Ahmadiyah yang harus merasakan pahitnya dikucilkan. Amar bercerita, dia pernah melihat temannya dilempari kulit buah, sehingga dia harus pindah sekolah.
Kini, mereka digembok dalam panti asuhan. Akibatnya, mereka tak bisa sekolah. Amar yang duduk dikelas 2 SMA Pancasila ketinggalan ujian. “Ujian susulan nggak senang, nggak bareng teman,” katanya.
Karena pintu digembok, anak-anak ini lantas melatih ketangkasan baru: melompat pagar untuk keluar masuk panti. Butuh keterampilan supaya tidak terperosok ke jurang, kata Faisal, asal Manis Lor, Kuningan. Maklum saja, lokasi panti bersebelahan dengan jurang yang terhubung ke sungai.
Di Dalam Panti
Reporter KBR68H Johana Purba memasuki bangunan yang disebut ‘Gedung Baru’ di Panti Asuhan Al Kautsar milik Ahmadiyah ini. Di dalamnya ada 10 ruangan, 8 diantaranya dipakai untuk kamar. Dua kamar untuk sekretariat dan perpustakaan, yang banyak menyimpan buku literatur Ahmadiyah. Sementara itu ‘Gedung Lama’ adalah ruang kegiatan bagi anak dan pengurus. Di sini ada dapur, ruang makan, juga kamar-kamar. Kebanyakan tidak berlampu. Yang ada lampu hanya kamar di tengah.
Merasa senasib sepenanggungan, mereka bersepuluh kompak. Tidak pernah bertengkar apalagi berkelahi. Sudah cukup mereka dimusuhi kelompok radikal macam FPI. Orang-orang macam mereka lah yang justru menebar teror. Amar mengaku banyak dapat dukungan dari teman sekolah di Madrasah dan masyarakat sekitar, yang justru bukan penganut Ahmadiyah. “Mereka tidak setuju sama FPI, itu orangnya syirik. Orang nuduh ke jemaat yang nggak-nggak!” kata Amar.
Meyakini akidah yang dianggap berbeda membuat mereka harus jadi korban berbagai teror. Agus Rony, anak asuh asal Lombok ini sudah 10 tahun tinggal di Panti Asuhan Al Kautsar. Ketika masih tinggal di Lombok Barat, keluarganya diusir. Ia lantas pindah ke Tasikmalaya , dikirim orang tuanya untuk bersekolah, Kini, panti tempatnya tinggal digembok polisi. “Sudah terbiasa, jadi menganggapnya biasa. Tidak terlalu menegangkan atau takut. Biasa. Cuek saja. Biarin saja. Waktu dibakar rumah itu (di Lombok –red), satu desa dibakar. Jadi pas ke sini sudah terbiasa, tidak takut,” jelas Agus.
Hampir separuh anak-anak asuh memiliki latar belakang kekerasan karena keyakinan mereka. Agus Rony dan Rohman berasal dari Lombok, merasakan keluarga mereka diusir dari rumah sendiri sepuluh tahun lalu. Amar merasakan panasnya api membakar kampungnya di Sadasari, Majalengka sekitar setahun lalu, Sementara Faisal harus mendapatkan kabar dari jauh, ketika kampung halamannya Manis Lor di Kuningan, dibakar massa, 6 bulan silam.
Sebulan sudah anak-anak Ahmadiyah ini digembok di dalam panti asuhan Al Kautsar. Dikunci karena keyakinan mereka. Disingkirkan karena dianggap berbeda. Anak-anak ini terseret arus kemarahan dan kekerasan.
Sampai kapan harus begini?
Retrieved from: http://www.kbr68h.com/saga/77-saga/344-digembok-di-panti-ahmadiyah-1-
No comments:
Post a Comment