Imam masjid Ahmadiyah sedang salat rawatib sebelum melaksanakan salat zuhur di Masjid Al-Hidayah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatanb, Senin (23/7). (merdeka.com/Islahuddin) |
Reporter: Islahudin
Dari luar pelataran Masjid Al-Hidayah,
suara azan itu terdengar sayup-sayup. Namun, sekitar enam pemuda datang
satu-satu dengan motor. Mereka berpakaian rapi - mengenakan kemeja dan
celana kain atau denim - seraya membawa tas punggung.
Masjid itu terdiri dari dua ruang utama. Lantai dasar berisi tempat tinggal takmir, dapur, dan beberapa ruang untuk menjamu tamu. Naik ke atas, ruang salat seluas 60 meter persegi dan berbentuk persegi panjang buat laki-laki, dilengkapi tempat wudu dan toilet. Lantai tiga untuk jamaah perempuan.
Jamaah datang langsung naik ke lantai dua. Setelah berwudu, sebagian salat rawatib. Sisanya ngobrol dan bertegur sapa di beranda masjid. Yang lain duduk menunggu iqamah.
Gambaran dalam masjid milik komunitas Ahmadiyah ini sama dengan masjid-majid Sunni lainnya. Di bagian mihrab, tergelar sajadah buat imam. Di sebelah kirinya berdiri mimbar dari kayu dan berhiaskan ukiran kaligrafi kalimat syahadat. Tulisan Allah terpatri di dinding sebelah kanan dan lafaz Muhammad di sisi kiri.  Â
Seperempat jam selepas azan, muazin melantunkan iqamah, tanda salat segera dimulai. Jamaah salat zuhur Senin lalu itu 15 orang, sekitar setengah dari isi satu barisan.
Salatnya kaum Ahmadiyah tidak ganjil. Mereka salat zuhur empat rakaat lengkap dengan rukun versi kalangan Sunni. Mulai dari takbir, iktidal, rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, tahiyat, hingga salam. Seusai salat dan berdoa, beberapa jamaah melaksanakan salat rawatib dua rakaat. Sebagian lagi langsung pulang. sekitar enam orang memilih bertahan dan tidur-tiduran di atas karpet tebal berwarna coklat kalem.
Menurut imam masjid bernama Ya'kub, 34 tahun, saat Ramadan masjid Ahmadiyah bisa menampung 750 jamaah ini tidak seramai seperti Jumat. Menurut dia, penganut Ahmadiyah di Kebayoran Lama dan sekitarnya berjumlah 500. “Masjid ini terbuka untuk umum, bukan masjid tertutup seperti dituduhkan selama ini,†katanya kepada merdeka.com.
Ya’kub menyayangkan berita-berita soal Ahmadiyah selama ini. Mereka dituding tidak mempercayai Muhammad sebagai nabi akhir zaman dan tidak mengimani Alquran sebagai kitab suci. Padahal, Ya’kub menegaskan, tuduhan itu tidak berdasar fakta. Ironisnya, tuduhan itu keluar dari mulut pimpinan Majelis Ulama Indonesia.
Dia menyayangkan kebanyakan umat muslim di Indonesia menelan mentah-mentah omongan orang dianggap ulama. Padahal, belum tentu perkataannya benar. “Jangan lihat siapa yang mengatakan, tapi dengar apa yang ia katakan,†kata Ya’kub mengutip kata-kata Ali bin Abi Thalib dengan bahasa Arab.
Ia juga membantah syahadat versi Ahmadiyah mengganti kata Muhammad dengan nama Mirza Ghulam Ahmad, pendiri kelompok itu. “Asyhadu alla ilaaha illallah, waasyhadu anna Muhammadar rasulullah,†kata Ya’kub mengulangi kalimat tauhid itu.
Ustad Masjid Al-Hidayah ini balik menuding kalimat syahadat berbunyi "Wa asyhadu anna Mirza Ghulam Ahmad rasulullah" itu hanya buatan orang-orang ingin Ahmadiyah dianggap sesat. “Kami itu Islam, bukan berarti butuh pengakuan ketika berbicara di media,†ia menegaskan.
Menurut Ya'kub, perbedaan Ahmadiyah dengan Sunni adalah Ahmadiyah meyakini Mirza Ghulam Ahmad, lelaki asal India, sebagai Imam Mahdi, seperti kepercayaan kaum Syiah soal imam ke-12. Sunni pun mengajarkan Imam Mahdi bakal turun memerangi dajjal. Hanya saja, sampai saat ini, identitas Imam Mahdi itu belum diketahui. Â
Setelah menjelaskan semuanya, Ya’kub minta izin meninggalkan masjid. Belum sempat dia keluar, dua jamaah masuk masjid. Mereka duduk terpisah dan masing-masing membaca Alquran tersedia di dalam masjid. Lamat-lamat terdengar lantunan ayat di awal-awal surat Al-Baqarah.
Masjid Ahmadiyah ini menyediakan banyak Alquran buat jamaahnya. Kitab suci itu diletakkan di pelbagai sudut dalam tempat khusus. Dua orang mengaji itu berhenti setelah mendengar azan asar.
[fas]Masjid itu terdiri dari dua ruang utama. Lantai dasar berisi tempat tinggal takmir, dapur, dan beberapa ruang untuk menjamu tamu. Naik ke atas, ruang salat seluas 60 meter persegi dan berbentuk persegi panjang buat laki-laki, dilengkapi tempat wudu dan toilet. Lantai tiga untuk jamaah perempuan.
Jamaah datang langsung naik ke lantai dua. Setelah berwudu, sebagian salat rawatib. Sisanya ngobrol dan bertegur sapa di beranda masjid. Yang lain duduk menunggu iqamah.
Gambaran dalam masjid milik komunitas Ahmadiyah ini sama dengan masjid-majid Sunni lainnya. Di bagian mihrab, tergelar sajadah buat imam. Di sebelah kirinya berdiri mimbar dari kayu dan berhiaskan ukiran kaligrafi kalimat syahadat. Tulisan Allah terpatri di dinding sebelah kanan dan lafaz Muhammad di sisi kiri.  Â
Seperempat jam selepas azan, muazin melantunkan iqamah, tanda salat segera dimulai. Jamaah salat zuhur Senin lalu itu 15 orang, sekitar setengah dari isi satu barisan.
Salatnya kaum Ahmadiyah tidak ganjil. Mereka salat zuhur empat rakaat lengkap dengan rukun versi kalangan Sunni. Mulai dari takbir, iktidal, rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, tahiyat, hingga salam. Seusai salat dan berdoa, beberapa jamaah melaksanakan salat rawatib dua rakaat. Sebagian lagi langsung pulang. sekitar enam orang memilih bertahan dan tidur-tiduran di atas karpet tebal berwarna coklat kalem.
Menurut imam masjid bernama Ya'kub, 34 tahun, saat Ramadan masjid Ahmadiyah bisa menampung 750 jamaah ini tidak seramai seperti Jumat. Menurut dia, penganut Ahmadiyah di Kebayoran Lama dan sekitarnya berjumlah 500. “Masjid ini terbuka untuk umum, bukan masjid tertutup seperti dituduhkan selama ini,†katanya kepada merdeka.com.
Ya’kub menyayangkan berita-berita soal Ahmadiyah selama ini. Mereka dituding tidak mempercayai Muhammad sebagai nabi akhir zaman dan tidak mengimani Alquran sebagai kitab suci. Padahal, Ya’kub menegaskan, tuduhan itu tidak berdasar fakta. Ironisnya, tuduhan itu keluar dari mulut pimpinan Majelis Ulama Indonesia.
Dia menyayangkan kebanyakan umat muslim di Indonesia menelan mentah-mentah omongan orang dianggap ulama. Padahal, belum tentu perkataannya benar. “Jangan lihat siapa yang mengatakan, tapi dengar apa yang ia katakan,†kata Ya’kub mengutip kata-kata Ali bin Abi Thalib dengan bahasa Arab.
Ia juga membantah syahadat versi Ahmadiyah mengganti kata Muhammad dengan nama Mirza Ghulam Ahmad, pendiri kelompok itu. “Asyhadu alla ilaaha illallah, waasyhadu anna Muhammadar rasulullah,†kata Ya’kub mengulangi kalimat tauhid itu.
Ustad Masjid Al-Hidayah ini balik menuding kalimat syahadat berbunyi "Wa asyhadu anna Mirza Ghulam Ahmad rasulullah" itu hanya buatan orang-orang ingin Ahmadiyah dianggap sesat. “Kami itu Islam, bukan berarti butuh pengakuan ketika berbicara di media,†ia menegaskan.
Menurut Ya'kub, perbedaan Ahmadiyah dengan Sunni adalah Ahmadiyah meyakini Mirza Ghulam Ahmad, lelaki asal India, sebagai Imam Mahdi, seperti kepercayaan kaum Syiah soal imam ke-12. Sunni pun mengajarkan Imam Mahdi bakal turun memerangi dajjal. Hanya saja, sampai saat ini, identitas Imam Mahdi itu belum diketahui. Â
Setelah menjelaskan semuanya, Ya’kub minta izin meninggalkan masjid. Belum sempat dia keluar, dua jamaah masuk masjid. Mereka duduk terpisah dan masing-masing membaca Alquran tersedia di dalam masjid. Lamat-lamat terdengar lantunan ayat di awal-awal surat Al-Baqarah.
Masjid Ahmadiyah ini menyediakan banyak Alquran buat jamaahnya. Kitab suci itu diletakkan di pelbagai sudut dalam tempat khusus. Dua orang mengaji itu berhenti setelah mendengar azan asar.
Retrieved from: http://www.merdeka.com/khas/dari-salat-zuhur-hingga-membaca-alquran-berpuasa-bareng-ahmadiyah-2.html
No comments:
Post a Comment