Tuesday, January 17, 2017

How Heresy Makes Orthodoxy: The Sedimentation of Sunnism in the Ahmadi Cases of South Africa


Abstract
This article explores the on-going construction, or “sedimentation,” of Sunni orthodoxy by paying attention to the boundary role of “insider-Others.” To highlight how boundary positions of heretical communities shape the category of orthodox Islam, this paper focuses on the social processes excluding the “heretical” Ahmadiyya Muslim Community in South Africa. The paper undertakes a qualitative analysis of two Supreme Court cases involving Ahmadis and the Muslim Judicial Council of South Africa, local representatives of orthodox Sunnism. These two cases stand out in a contentious history that has led to extreme ostracism of Ahmadis by Sunni Muslims in the country. The analysis identifies three features of Sunni orthodoxy that crystallized in the process of conflict with the Ahmadiyya: alienation, transnationalism, and Archimedean moral authority. These features help make sense of social processes marginalizing Ahmadis around the world, and offer new insights into construction of global Sunni orthodoxy.
Affiliations: 1: University of Tampere, Finland, Ali.Qadir@staff.uta.fi

http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/22131418-00404001

Thursday, January 12, 2017

Underlying argument of restriction of religious freedom


“By stopping or restricting the activities of religious minorities, we can prevent casualties. By compromising their religious freedom, we can create harmony. By displacing Shi’i community from Sampang, we can develop harmonious-homogenious Sampang again ”


Gubernur Jabar: Ahmadiyah Hilang, Masalah Pun Hilang
Selasa, 7 Mei 2013 | 13:54 WIB
Bandung, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menilai, kekerasan berujung perusakan pada saat penyerangan jemaah Ahmadiyah di Kampung Babakan Sindang, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna, dan di Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, minggu lalu, tidak perlu terjadi jika ajaran Ahmadiyah hilang.

"Tentu kita ingin kerukunan hidup beragama berlangsung baik. Ahmadiyah ini ada sisi melanggar dan pelanggaran, sebenarnya ada pada penyebaran ajaran agama yang bertentangan. Kalau ini hilang maka tidak ada masalah," kata Ahmad Heryawan saat ditemui di Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jalan Surapati, Kota Bandung, Selasa (7/5/2013). 

Kendati demikian, Aher, sapaan akrabnya, juga tidak membenarkan adanya tindak kekerasan berujung perusakan seperti yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya Minggu lalu. "Saya serahkan kepada Kepolisian untuk menyelesaikannya," tegas Aher.

Sebelumnya Aher menegaskan, Peraturan Gubernur Jabar Nomor 12 Tahun 2011 tentang Kegiatan Ahmadiyah, hanya mengatur soal penyebaran ajaran dan bukan melarang pelaksanaan ibadah. "Pergub itu hanya mengatur penyebaran pokok-pokok ajaran agama Islam yang bertentangan, dan tidak melarang untuk menjalankan ibadah," kata Aher.

"MUI sudah berfatwa melalui SKB 3 Menteri mengenai penyebaran pokok-pokok agama Islam yang bertentangan. Tapi tidak boleh dengan kekerasan. Penyebaran agamanya salah, tapi kekerasan yang terjadi di Tasikmalaya tentu salah," tuturnya lagi. 

Lebih lanjut Aher menambahkan, untuk mengembalikan para kelompok Ahmadiyah ke ajaran Islam yang sebenarnya bukan dengan cara kekerasan. "Harus dengan cara yang benar, tidak boleh dengan kekerasan," katanya.

Penulis
: Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana
Editor: Glori K. Wadrianto
http://regional.kompas.com/read/2013/05/07/13543759/Gubernur.Jabar.Ahmadiyah.Hilang.Masalah.Pun.Hilang?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp

Saturday, January 7, 2017

Pengalaman Seorang Muhammadiyah di Jalsah Salanah Ahmadiyah – Qadian, India

 2017/01/07 Nasional


Qadian adalah kota kecil di Punjab yang terletak di India bagian utara. Adalah sesuatu yang luar biasa bahwa dari kota kecil ini pada awal abad ke-20 ada seseorang yang berjanji untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, mengirim mubaligh untuk menyebarkan Islam ke Amerika dan Eropa.
Pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga bisa hadir dalam acara Jalsah Salanah Qadian 2016. Saya merasa senang bisa hadir di tempat yang terhormat itu. Saya merasa, belum sempurna identitas Ahmadiyah seseorang jika belum hadir di sini. Bagi peneliti tentang Ahmadiyah, belum lengkap sebuah penelitian tentang Ahmadiyah jika belum pernah hadir dan merasakan gerak dan aktivitas Ahmadiyah di Qadian ini.
baca juga: 
Ada beberapa catatan yang ingin sampaikan berkaitan dengan acara Jalsah Salanah dan kehadiran saya di Qadian. Tentu saja dalam perspektif non Ahmadi.
Pertama, berkunjung ke Qadian adalah melakukan ziarah spiritual (spiritual journey). Dengan hadir di Qadian, kita bukan hanya membaca dan belajar tentang Ahmadiyah. Tapi kita merasakan setiap sudut dari sejarah gerakan ini. Kita menjadi saksi dalam setiap perjuangan yang dilakukan oleh Mirza Ghulam Ahmad.
Ahmad Najib Burhani di Minaratul Masih
Saya sebelumnya sudah membaca tentang Qadian ini, saya sudah melihat beberapa gambar tentang tempat ini. Tapi hadir di sini secara langsung adalah sangat berbeda. Kehadiran ini akan memberikan pengalaman spiritual yang tidak akan pernah kita lupakan sepanjang hidup. Kita melihat setiap lorong dari Dar Al-Masih. Kita mengunjungi di setiap tempat yang diberkahi. Kita belajar sejarah tentang kelahiran, perjuangan, bai’at pertama, tempat menerima wahyu, dan juga dakwah pendiri Ahmadiyah. Kita seperti hadir langsung dalam khutbah-khutbahnya. Kita menjadi direct audience atau orang-orang yang secara langsung menjadi sasaran dari khutbah tersebut. Kita menjadi saksi dalam proses sejarah dari jemaat Ahmadiyah.
Kedua, Qadian sebetulnya bukanlah ibukota provinsi atau negara bagian. Ia juga bukan ibukota kabupaten. Qadian adalah kota kecil di Punjab yang terletak di India bagian utara. Adalah sesuatu yang luar biasa bahwa dari kota kecil ini pada awal abad ke-20 ada seseorang yang berjanji untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, mengirim mubaligh untuk menyebarkan Islam ke Amerika dan Eropa. Saya tidak tahu persis seberapa banyak telah terjadi perubahan di Qadian ini dalam 126 tahun terakhir. Namun apa yang telah dilakukan oleh Ahmadiyah hingga saat ini dengan berangkat dari kota kecil ini adalah sesuatu yang luar biasa.
Ketiga, setelah menghadiri Jalsah Qadian ini dan juga beberapa Jalsah di Indonesia, maka saya menemukan bahwa Ahmadiyah itu lebih dari sekadar organisasi. Ahmadiyah adalah family atau keluarga. Mengapa saya berkesimpulan seperti itu? Paling tidak ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa Ahmadiyah itu bukan sekadar organisasi dan gerakan, tapi sebagai sebuah family.
Secara kasat mata bisa dilihat bahwa warga Ahmadiyah itu memiliki hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Mereka bukan hanya menyapa dan mengucapkan salam antara satu dengan lainnya, mereka saling peluk ketika bertemu tanpa melihat kebangsaan, etnisitas, dan warna kulit. Mereka membantu satu sama lain dalam berbagai hal, termasuk ekonomi.
Hal lain yang membuktikan bahwa Ahmadiyah adalah sebuah keluarga adalah kebersamaan mereka dalam gerak menuju tujuan tertentu di bawah kepemimpinan Khalifah. Peran Khalifah, atau yang biasa dipanggil sebagai Huzur, begitu sentral dalam membimbing warga Ahmadiyah. Semua orang bertanya dan berkomunikasi dengannya, baik untuk meminta nama untuk anak-anaknya maupun untuk mengkonsultasikan persoalan hidup mereka. Mereka betul-betul menyimak khutbah Jum’ah yang disampaikan oleh Khalifah setiap pekan. Mereka menerjemahkan, mencatat, dan berusaha sekuat mungkin mengamalkan apa yang disampaikan itu. Khalifah bukan hanya menjadi pemimpin spiritual dan imam, tapi juga sebagai pemimpin sosial dan bahkan menjadi ayah bagi pengikut Ahmadiyah.
Dalam forum jalsah salanah, peran Ahmadiyah sebagai keluarga dengan Khalifah/Huzur sebagai ayah itu begitu terasa dengan adanya acara melaporkan adanya anggota keluarga baru pada anggota Ahmadiyah. Bagi yang baru memiliki bayi atau masih mengandung, mereka meminta kepada khalifah untuk memberi nama kepada bayi yang baru lahir atau masih dalam kandungan. Di acara jalsa Qadian bahkan ada acara pernikahan secara agama terhadap pasangan Ahmadiyah. Dilaksanakan setelah sholat Isya’, pernikahan dan pemberian restu itu dilakukan.
Keempat, saya telah menghadiri Jalsah Salanah Ahmadiyah beberapa kali. Saya juga pernah beberapa kali menghadiri pertemuan tahunan dari Muhammadiyah. Di Muhammadiyah, pertemuannya selalu diisi dengan capaian masing-masing majelis atau lembaga dan berbagai wilayah dan daerah Muhammadiyah. Jika ada kendala dalam mengembangkan gerakan, maka kendala itu yang disampaikan. Demikian juga program dan rencana ke depan. Intinya, masing-masing majelis di PP Muhammadiyah dan perwakilan dari daerah dan wilayah Muhammadiyah menyampaikan keberhasilan yang sudah dicapai; berapa sekolah dan rumah sakit yang sudah dibangun, berapa mubaligh yang sudah dikirim ke daerah-daerah terpencil, dan seterusnya.
Dalam Muktamar tentu saja ada shalat lima waktu, tapi itu sangat singkat bagi yang berjamaah dan banyak yang dilakukan sendiri. Bahkan untuk sholat Jum’at dalam muktamar pun seringkali tidak menjadi agenda khusus sehingga tidak direncanakan secara khusus pula siapa yang akan menjadi khatib, imam, dan lainnya. Ini, misalnya, terjadi pada Muktamar di Makassar 2015. Setidaknya ada dua tempat penyelenggaraan sholat Jum’at di arena Muktamar; di masjid dan di ruang sidang. Ini yang menyebabkan kurang ada kesyahduan di dalam pelaksanaan sholat Jumat.
Bagaimana dengan Ahmadiyah? Coba kita lihat jadwal acaranya. Ada kegiatan mulai sebelum fajr dengan shalat tahajud berjamaah, dilanjutkan shalat subuh, dan kemudian ada ceramah. Dalam jalsa, salah satu acara yang ditunggu-tunggu adalah shalat tahajud berjamaah. Ini sulit diterapkan pada organisasi Islam lain, karena ritual bukan kegiatan utama dalam pertemuan rutin mereka. Awalnya saya pikir tahajud itu adalah program optional, namun ternyata ia menjadi kegiatan yang sangat penting. Kegiatan-kegiatan lain berisi ceramah penguatan iman. Di Qadian ada kegiatan ziarah ke makam Mirza Ghulam Ahmad di pagi hari dan mendengarkan khotbah dari khalifah. Intinya, pertemuan tahunan Ahmadiyah atau Jalsah Salanah adalah upaya untuk memperkuat keimanan dan mempererat kohesi antar anggota jemaat, dan memperkokoh identitas sebagai Ahmadiyah. Bukan sebagai pertemuan untuk kepentingan politik dan ekonomi.
Penulis merupakan Peneliti LIPI dan Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah