Tuesday, June 7, 2011

Ahmadiyah Menurut Kata Orang; Dulu dan Sekarang..

Ahmadiyah

Muhammadiyah (dulu)
Dalam uraiannya tentang gerakan Ahmadiyah, Almanak Muhammadiyah yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka di Yogyakarta tahun 1346 H (1926 M) menyebutkan antara lain:

Baru saja Mujadid buat abad yang ke-14 itu berdiri, maka yang pertama-tama sekali memanggil dia, ialah propaganda Islam adanya. Semenjak waktu itu, benar-benar ini, ia pun menjunjung tinggi akan bendera Islam itu. Dia punya hati ada menyala dengan pengharapan, bahwa pada suatu hari benderanya Islam akan berkibarkibar baik di Negeri Timur maupun di Negeri Barat … (hIm. 141).

“Kalau kiranya Hazrat Mirza bukannya Mujadid bagi abad yang ke-14, siapakah lagi orang yang harus melakukan jabatan ini? Apakah kamu mengira bahwa janjinya Nabi yang Suci yang sungguh benar itu bakal tidak kepenuhan selamalamanya?” (hlm. 143).

Muhamadiyah (sekarang)
“Ahmadiyah adalah saudara kita yang berada diberanda Islam, kita tidak boleh mengusirnya tetapi harus mengajaknya kedalam, dengan cara yang damai.”

Ulama (dulu)
“diatas nama Islam dan kaum Muslimin sedunia kita memuji sungguh kepada pergerakannya Ghulam Ahmad tentang mereka banyak menarik kaum Nasrani (Kristen) masuk agama Islam di tanah Hindustan dan lain-lain tempat …. “ (Dr. J.A. Karim Amarullah alias Haji Rasul, ayahanda dari Dr. HAMKA dalam Al Qaulus-Shahih; hIm. 149, Bukittinggi, 1926).

“Tentang kaum Ahmadiyah pintar mengembangkan Islam dan pintar menarik orang-orang Kristen ke dalam Islam. Maka lebih dahulu kita pujikan setinggi-tingginya karena mereka itu sangat berjasa di dalam Islam …. “ (Zainuddin Labbai dalam majalah “Al-Munir”, 23 Desember 1923)

sebagian ulama (sekarang)
“Ahmadiyah adalah sesat dan menyesatkan serta berada di luar Islam”

ulama (dulu)
Haji Agus Salim dan Tjokroaminoto dalam pandangannya mengenai tafsir Alquran terbitan Ahmadiyah:
“Kongres Serikat Islam 26/26 Januari 1928 di Yogyakarta memperingati hari SI. 15 tahun. Sebagai dimaksudkan dahulu itu, diadakanlah juga Majelis Ulama itu, tetapi Muhammadiyah tidak mau turut duduk di Majelis itu sebenarnya Majelis SI. adanya, jadi di luar organisasi itu, tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Di Kongres itu dibicarakan juga tafsir Qur’an yang sedang dikerjakan oleh Tjokroaminoto. Dari penerbitanpenerbitan yang pertama, ternyatalah bahwa tafsir itu didasarkan atas tafsir Ahmadiyah. Lantaran itu timbullah dalam kalangan sendiri perlawanan yang keras. Salim menerangkan, bahwa dari segala jenis tafsir Qur’an, yaitu dari kaum kuno, kaum Muktazilah, ahli sufi dan golongan moderen (antaranya Ahmadiyah, Wahabi Baru dan kaum theosofi), tafsir Ahmadiyahlah yang paling baik untuk memberi kepuasan kepada pemuda-pemuda Indonesia yang terpelajar.” (Mr. A.K. Pringgodigdo: Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia; cetakan kelima, hlm. 47, Pustaka Rakyat).

Sebagian ulama (sekarang)
“kitab suci Ahmadiyah adalah Tadzkirah bukan Al-Qur’an!”

Pers dulu:
Pedoman, 30 Juni 1960
Haji Rosihan Anwar, wartawan senior dan budayawan terkemuka di Indonesia, sepulang mengikuti seminar pers di Universitas Dakkar, Afrika Barat, dalam laporannya menyinggung tentang Ahmadiyah menulis sebagai berikut:
“…Ketika saya tanyakan apa agama rakyat Gambia, maka dijawabnya, bagian terbesar Islam. Dan “tanpa ditanya, Jones meneruskan, bahwa Islam di negerinya sangat ortodox, tidak membantu kepada kemajuan negeri. Rakyat membutuhkan amat sekolah-sekolah dan pendidikan. Tetapi kepala-kepala kabilah lebih suka melihat rakyat tetap bodoh daripada disuruh bersekolah. “Coba kalau Ahmadiyah boleh masuk dan bergerak di Gambia seperti halnya di Afrika Timur’, ‘kan pendidikan bisa dimajukan oleh Ahmadiyah,” ujar Jones pula. Ia sendiri beragama Kristen …. “

Suratkabar “AI-Fatah”, Kairo 20 Jumadil Akhir 1351 H.:
“Gerakan Qadiani (maksudnya Ahmadiyah) adalah gerakan yang menakjubkan. Orang-orang Qadiani mengumandangkan suaranya melalui lisan dan tulisan. Di Asia, Eropa, Amerika dan Afrika telah berdiri pusat-pusat pertablighan mereka. Dari segala segi baik dari segi ilmiah dan amal perbuatan sama kuatnya dengan missimissi Kristen. Akan tetapi, dari segi pengaruh dan keberhasilan tidaklah sama dengan Kristen. Karena Qadiani menampilkan kebenaran dan ungkapan-ungkapan ilmiah dari Islam yang jauh lebih berhasil daripada orang-orang Kristen.”

Dalam bulan Juni 1952, sebuah suratkabar Mesir, Al-Jarida, memuat fatwa seorang mufti bernama Mufti Husnain Mohammad Mekhloof, yang telah menyerang Ahmadiyah dan pribadi Ch. Muhammad Zafrullah Khan (siapa Zafrullah Khan? Saya akan buat posting sendiri mengenai beliau,Insya Allah). Sekretaris Liga Arab, Abdur Rahman Azzam Pasha, atas fatwa itu menyiarkan pernyataan yang mengungkapkan rasa bencinya terhadap fatwa tersebut. Oleh surat kabar yang sama pernyataan itu dimuat dalam edisinya tanggal 22 Juni 1952 yang berbunyi antara lain sebagai berikut:

“Saya merasa amat heran bahwa Anda (redaktur surat kabar) telah menerima pendapat yang dikemukakan oleh Tuan Mufti mengenai orang-orang Qadiani atau Chaudhri Muhammad Zafrullah Khan, sebagai fatwa yang jitu.
Jika prinsip ini maka akidah-akidah manusia, kehormatan serta nama baik dan masa depan mereka akan berada di bawah naungan kasih,_ pandangan dan pendapat beberapa gelintir ulama “Kami mengetahui dengan yakin bahwa Zafrullah Khan adalah seorang muslim menurut pengakuan dan peri lakunya. Ia telah berhasil membela kepentingan Islam di seantero dunia. “

DR. Ahmad Zaki Bek, seorang pujangga terkenal dari Mesir menyatakan kejengkelannya mengenai fatwa Mufti Husnain tersebut dalam harian yang terbit di Qairo, Al-Ayan, pada edisinya tanggal 28 Juni 1952 sebagai berikut:
“Terhadap pribadi besar yang manakah dia menyatakan fatwanya? Ya, terhadap orang besar itu yang telah berbuat begitu banyak untuk kebaikan Islam dan orang-orang Islam sedangkan Mufti tidak pernah berbuat sejauh itu, begitu pula tidak mungkin berbuat demikian di masa mendatang di sepanjang hidupnya.”

Retrieved from: http://denagis.wordpress.com/2008/04/21/ahmadiyah-menurut-kata-orang-dulu-dan-sekarang/

No comments:

Post a Comment