Wednesday, September 14, 2011

Digembok di Panti Ahmadiyah (2)


KBR68H.com, Monday, 10 January 2011 10:32 Johana Purba

KBR68H
Akhir 2010, Jawa Barat dinobatkan sebagai daerah dengan kasus intoleransi terbanyak. Yang jadi korban salah satunya adalah Jamaah Ahmadiyah. Setelah penyerangan Manis Lor dan Cisalada, kini giliran panti asuhan milik Ahmadiyah di Tasikmalaya yang digembok. Reporter KBR68H Johana Purba melompat tembok dan masuk ke dalam panti, juga mencari tahu sampai kapan kondisi buruk ini bakal terus terjadi. Inilah serial kedua cerita dari Panti Asuhan yang digembok.

Upaya Buka Gembok

Panti Asuhan Khasanah Al Kautsar di Tasikmalaya, Jawa Barat, digembok sejak awal Desember 2010. Sebelumnya, Front Pembela Islam mengancam akan menyerang panti tersebut. Alasannya, panti itu milik Ahmadiyah. Polisi lantas menggembok panti, dengan alasan mencegah keributan.

Upaya membuka gembok panti sudah dimulai sebelum kalender berganti 2011. Pengurus panti dan LSM pemerhati anak, SOS, menggagas pertemuan damai dengan pemerintah Kabupaten, Kepolisian dan Kejaksaan Negeri. Nihil.

Shihab, pengurus panti sekaligus pemuka agama Ahmadiyah, mengatakan, jika tak ada kelanjutan, maka anak-anak bakal terkurung, tanpa batas waktu. “Jangan sampai hak-hak paling dasar dibatasi,” katanya.

Akhir tahun lalu, pengurus panti sempat bertemu dengan Dinas Sosial Tasikmalaya. Mereka minta anak-anak dirawat di panti milik pemerintah kabupaten. Panti menolak, kata Shihab. “Kami dari panti tidak butuh materi, tapi bagaimana meningkatkan psikologis anak supayamereka tidak dianggap terasing karena digembok.”

Anak-anak di Panti Asuhan Khasanah Al Kautsar

Sejauh ini Kementerian Sosial masih mengkaji langkah apa yang bakal dilakukan terhadap Panti Asuhan Al Kautsar ini. Direktur Pelayanan Sosial Anak Harry Hikmat mengatakan, pilihannya mulai dari merelokasi anak ke panti lain, mengembalikan mereka ke orangtua sampai mengizinkan mereka tetap di panti. Yang jelas, izin panti bakal dicek lagi. Menurut Harry,”Gembok harus dibuka, dengan catatan kembalikan ke fungsi panti yang sesungguhnya. Kalau digunakan untuk ibadah dan sebagainya, itu yang menjadi pertimbangan Bakorpakem untuk kemudian dihentikan, untuk mengurangi resistensi perilaku anarkis.”

Kejiwaan Terganggu

Kondisi kejiwaan anak-anak menjadi perhatian utama, kata profesor psikologi anak Sawitri Sadarjoen dari Universitas Padjadjaran Bandung. Sawitri meyakini, perlakuan yang kurang kondusif bagi perkembangan jiwa akan memberikan psikologi yang tidak optimal fungsinya. “Mereka akan jadi orang yang takut, tidak percaya diri, cemas dan tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Apalagi orang yang ada di sekitarnya berulang kali mengecek kekuatan gembok di hadapan anak-anak. Kita bisa bayangkan bagaimana ketakutan mereka, bagaimana kesedihan mereka.”

Pemuka agama dari Jawa Barat Maman Imanulhaq menuding penggembokan ini sebagai bentuk perbuatan yang melanggar perintah agama maupun hukum. Lagipula, kata pemilik pesantren Al Mizan ini, permusuhan dan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah sudah keterlaluan. Apalagi sampai melibatkan anak-anak. “Tidak ada alasan apa pun, sekali pun atas nama Tuhan, atas nama agama, untuk melakukan kekerasan, apalagi penggembokan, pembunuhan masa depan anak!”

Shalat Maghrib berjamaah

Melanggar Konstitusi

Konstitusi menegaskan perlindungan anak dalam berbagai undang undang. Diantaranya Undang-undang tentang Konvensi Hak Sipil dan Politik, serta Undang-undang Perlindungan Anak. Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengecam keras semua tindak kekerasan terhadap anak. Sebab hukum sudah menjamin kebebasan mereka untuk beribadah.

“Manusia dewasa saja punya hak asasi, apalagi anak-anak?” kecam Kak Seto. Ia meminta pemerintah bersikap lebih tegas dan tanggap atas seruan yang ada.

Pengurus Ahmadiyah Shibab menekankan, prinsip dan akidah adalah masalah pribadi. Urusannya langsung dengan Tuhan. “Anak-anak juga memiliki keyakinan. Dan itu tak bisa dipaksakan.” Tandas Shihab.

Tetap Meretas Cita-cita

Faisal dan sembilan temannya berusaha menjalani hidup sewajar mungkin. Mereka kompak dan saling memberi dukungan untuk tabah menghadapi semua ini. Satu tujuan mereka, menjadi warga negara dan warga Ahmadiyah yang baik. Ia memastikan, tak bakal meninggalkan akidah yang ia yakini, meski harus hidup dihadang kekerasan terus menerus. “Saya mah percaya diri saja sama aliran. Saya pegang teguh, tidak akan ke mana-mana,” kata Faisal.

Reporter KBR68H Johana Purba mewawancarai anak-anak Ahmadiyah yang digembok di pantinya sendiri. Penggembokan dilakukan 8 Desember 2010 oleh Kepolisian atas desakan FPI.

Meski konstitusi mengatur soal kebebasan beragama, namun penerapannya jauh dari harapan. Pemerintah malah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri pada 2008 lalu yang melarang aktivitas Jamaah Ahmadiyah. Aturan ini yang seringkali dijadikan pembenaran untuk menyerang Ahmadiyah, kata Shihab. Termasuk dengan menggembok panti asuhan.

“Apakah ada jaminan dari negara, kalau gembok dibuka, anak-anak tidak mendapatkan perlakuan kekerasan? Tidak mendapatkan intimidasi? Dan orang di luar sana tidak melakukan penyerangan ke sini?”

Meski hidup dalam kecemasan dan ketidakpastian, namun masih ada tawa dan harapan di wajah anak-anak Panti Asuhan Khasanah Al Kautsar. Faisal tengah meretas mimpinya untuk menjadi atlet profesional. Mulai dari sepakbola, bulu tangkis sampai softball, semua dijajal. “Insya Allah mau jadi atlet. Katanya di Kuningan ada sekolah bola. Coba saja ikut, sedikit-sedikit. Barangkali masuk seleksi.”

Sementara, Agus Rony, sudah 10 tahun ini tak pulang kampung ke Lombok, NTB. Di sana masih ada orangtua dan kakaknya. Dia berniat untuk menyelesaikan sekolah, dan segera pulang ke kampung halaman mencari pekerjaan.

Gembok takkan meruntuhkan impian mereka sebagai manusia bebas. Tak menyerah, meski akidah mereka melulu diserang. Meski negara tak melindungi mereka.

Retrieved from: http://www.kbr68h.com/saga/77-saga/346-digembok-di-panti-ahmadiyah-2

No comments:

Post a Comment