oleh Variny Mansyur Basuki
Latar belakang berdirinya Badan Urusan Muslimat GAI
Jauh
sebelum Badan Urusan Muslimat berdiri sebagai bagian dari organisasi
Gerakan Ahmadiyah Indonesia, sebenarnya secara orang perorang Muslimat
yang merasa dirinnya telah berbai’at, sudah terlihat peranannya dalam
sepak terjang gerakan ini. Bahkan lahirnya Gerakan Ahmadiyah Indonesia
adalah berkat dorongan dari seorang Muslimat yaitu Ibu Soemariati
Djoyosugito. Beliau ikut menyumbangkan pikiran dan membesarkan GAI, dari
tahun 1928-1935.
Selanjutnya bermunculan nama-nama Murdiyah Basir yang ketika itu
masih remaja, ada Ibu Hardjo Subroto, ada Ibu Kaelan, ada Ibu Kusban
Prodjosiswoyo, ada Ibu Rochmani, Ibu Fatimah Adi dan lain-lain.
Kelahiran PIRI sebagai bagian dari GAI pun dibidani pula oleh Muslimat
yaitu Ibu Koestirin Djoyosugito.
Pertama kali saya mengenal beliau-beliau tersebut yaitu sekitar tahun
1979 ketika saya masih menjadi pemerhati. Saya melihat beliau-beliau
itu memang sebagai aktivis yang penuh enerjik, penuh dedikasi serta
optimisme yang tinggi walaupun mereka sudah menjadi “kasepuhan”. Bukan
tak mungkin bila aktifitas mereka tersebut memberikan inspirasi pada
Bapak H.M Bahrun yang ketika itu menjadi Ketua Umum GAI, dengan
memanfaatkan potensi dan dedikasi mereka bagi kemajuan GAI. Potensi dan
dedikasi seperti ini diharapkan dapat ditularkan pada Muslimat lain
melalui suatu wadah yang disebut urusan Muslimat yang jangkauannya lebih
luas dan mendasar yaitu sampai kerumah.
Kehidupan dimulai dari rumah; dirumah, seorang Muslimat menjalankan
perannya sebagai Ibu dan sebagai Istri dimana anggota keluarga lainnya
bertumpu pada Ibu. Dari seorang Ibu dapat ditegakkan nilai-nilai Islami,
karena pengaruh seorang Ibu mengalir secara alami pada diri seorang
anak. Kelembutan dan kasih sayang Ibu lebih menonjol dibandingkan dengan
cara seorang Bapak dalam cara mendidik anak.
Dengan muatan pemahaman yang mendalam, dan benar mengenai Islam dari
seorang Ibu yang mengenal Mujadid, bobot kualitas pengaruh ini sangat
tinggi, sehingga Al Jannatu Tahta Aqadamil Ummahat lebih mudah terwujud.
Begitu pula bila pengaruh ini dibantu atau ditopang oleh seorang Bapak
yang juga mengenal Mujadid, maka terciptalah Al Jannati Baiti, “Rumahku
Surgaku “.
Di luar, di zaman yang selalu berubah dan berkembang, anak-anak akan
menghadapi dunia yang penuh kontradiksi. Dampak negatif dari Era
globalisasi ditunjang oleh sistim elektronik yang canggih tak dapat
dibendung dengan tangan dan pikiran yang kosong. Filter atau saringan
masuknya informasi yang dikuasai oleh Dajjal harus canggih pula.
Janganlah senjata buatan Dajjal dipakai untuk membunuh diri atau
membunuh sesama muslim.
Keimanan dengan pemahaman Islam yang benar mutlak perlu sehingga
keyakinan yang menjadi dasar dari keimanan itu harus benar. Contoh
mutakhir adalah mengenai pemahaman dan penafsiran jihad yang bila tidak
dipahami dengan benar, akan menghasilkan kerusakan di bumi. Para teroris
atau pelaku pemboman yang mengaku sebagai seorang muslim itu yakin
bahwa perbuatan bunuh dirinya dengan pengeboman itu adalah perbuatan
jihad melawan kekafiran.
Di atas adalah contoh yang aktual yang kita saksikan,
kejadian-kejadian yang merupakan bagian dari sejarah Muslim terkini yang
sangat menyedihkan. Mereka, teroris-teroris itu mungkin tak mengenal
mujadid yang diutus Allah.
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad mujadid ke 14 H, pendiri Gerakan Ahmadiyah
sebenarnya telah memperkenalkan konsep jihad yang benar, tetapi
ulama-ulama khususnya di Pakistan manentangnya. Konsep mereka tentang
jihad adalah perang atau bersenjata untuk menumpas kekafiran sementara
jihad menurut HMGA tidak perlu memakai pedang. Islam disebarkan tidak
dengan pedang, tetapi keindahan dan kedamaian Islamlah yang menundukkan
orang-orang kafir. Itulah salah satu misi yang diemban Mujadid yang
diamanahkan kepada para Ahmadi baik itu Musliminnya maupun Muslimatnya
seperti juga Islam diperuntukkan bagi Muslimin dan Muslimat, a.l. lihat
surat 16:97;
“Barang siapa berbuat baik, baik laki-laki maupun perempuan dan ia itu mukmin, kami pasti akan menghidupi dia dengan kehidupn yang baik, dan kami akan memberikan ganjaran mereka atas sebaik-baiknya apa yang mereka lakukan ”.
Dengan Quran dan hadis sebagai pegangan dan arahan Mujadid, sejauh
ini jender tidak menjadi masalah bagi GAI, malah justru lebih
memanfaatkan kelebihan Muslimat seperti uraian diatas.
Perkembangan aktifitas Urusan Muslimat
Tahun 1979-1984: Bapak H. M Bachrun mencantumkan Muslimat dalam
kepengurusannya dan menunjuk Ibu Hardjosoebroto sebagai Ketuanya. Di
awal berdirinya Urusan Muslimat ini, kegiatannya masih bersifat umum
mengikuti kegiatan bapak-bapak Ahmadi. Hasilnya yang sangat menonjol
ialah munculnya Mubalighah-mubalighah seperti Ibu Hardjosoebroto, Ibu
Koestirin Djojosoegito dan Ibu Moerdiyah Basir.
Tahun 1984 – 1989: Pada Mukhtamar GAI tahun1984 pimpinan Muslimat
diketuai oleh Ibu Murdiyah Basir dengan wakilnya Ibu Supariah. Sebagai
kader Ahmadi sejak remaja, beliau mulai lebih memfokuskan kegiatan
Muslimat secara khusus dan menerbitkan pula majalah Muslimat pertama
dengan nama “Jiwa Khadijah” yang berisi tulisan-tulisan Muslimat
sementara cabang-cabang Muslimat mulai diaktifkan.
Tahun 1989 – 1994: Pada Muktamar ditahun 1989, Ibu Nani Perwoto menggantikan Ibu Basir sebagai ketua Muslimat.
Dengan semakin dikenalnya bidang Muslimat aktifitas Muslimatpun meningkat; Jalsah khusus Muslimat mulai diadakan.
Tahun 1994 – 1999: Pada Muktamar GAI tahun 1994, Ibu Nani digantikan
oleh Ibu Dra. Hartati Sudiono. Dibawah kepemimpinan Ibu Hartati
Sudiono, potensi-potensi yang ada pada anggota Muslimat mulai
dimunculkan dengan kegiatan – kegiatan seperti pendidikan anak,
diperkenalkannya lagu ciptaan Ibu Sudiono dan lain-lain.
Tahun 1999-2004: Muktamar pada tahun ini terpilih Ibu Dra. Rochmani
Prayogo menggantikan Dra Ibu Hartati Sudiono. Dibawah kepemimpinan Ibu
Rochmani Prayogo organisasi Muslimat GAI dibuatkan Visi & Misinya.
Tahun 2004-2009 : Pada tahun 2004 Mukhtamar GAI menunjuk Ibu Variny Mansyur Basuki sebagai pimpinan yang baru.
Pengurus yang baru ini mencoba untuk melanjutkan apa yang telah
dirintis pendahulunya. Visi Muslimat GAI yang telah dibuat akan lebih
disosialisasikan, begitu juga dengan misinya. Visi yang berlandaskan
pada surat 3:18 :
“ Inna dinna ‘indalahi’l islam’ dan hadis ‘Aljannatu tahta aqdamil
ummahat’ diharapkan dapat diwujudkan dan pemahaman Ahmadiyah lebih
ditingkatkan. Serta Fathi Islam akan direalisasikan.
Kita harus berpacu dengan pemahaman Islam yang benar menghadapi
mereka diluar GAI terlebih – lebih karena mereka menyadur bebas buku –
buku yang telah kita terbitkan.
Oleh karena itu kita sendiri harus menguasai apa yang diwariskan_HMGA kepada kita, supaya itu tidak menjadi bumerang.
Visi dan Misi sebagai konsep yang ideal bagi Muslimat
Saat ini bidang urusan Muslimat PBGAI sudah memformulasikan visi dan misi Muslimat yang menjadi landasan kerjanya.
Karenanya peningkatan kualitas SDM mutlak diperlukan baik itu dalam
pemahaman maupun pengurusan tehnik material yang menunjang pelaksanaan
program Fathi Islam.
Bagi Muslimat pemahaman Islam yang benar khususnya mengenai kedudukan
peran perempuan dalam Islam yang ditonjolkan oleh Rasulullah s.a.w
harus diaktualisasikan seperti yang diharapkan bapak–bapak Ahmadi dahulu
yang memandang perlu adanya bidang urusan Muslimat dalam Gerakan
Ahmadiah Indonesia. Dimulai dari mewujudkan ‘Al Jannati Tahta Aqdamil
Ummahat’ di keluarga kemudian mengekspansikannya dalam gerakan.
Di dalam GAI Muslimat memang selayaknya membantu para bapak–bapak
Ahmadi dengan melakukan kegiatannya dari akar rumput yaitu dari habitat
mereka sendiri kemudian ke atas yaitu ke masyarakat Ahmadi dan
masyarakat non Ahmadi.
Mudah-mudahan cita harap kita didengar Allah.[]
Retrieved from: http://ahmadiyah.org/peran-muslimat-gai/
No comments:
Post a Comment