Tempo, 15 Desember 1979
MENARIK perbandingan Mormon sebagai "Ahmadiyah Kristen" sih boleh saja. Tapi yang orang harapkan dari TEMPO tidak hanya sekedar itu. Ambil contoh konsepsi/persepsi tentang wahyu. Dalam omong-omong santai di rumahnya awal 60-an, bapak sosiologi Indonesia Prof. Djojodiguno berkisah: dia dan istri melihat wahyu keraton berupa bola emas turun ke rumah Bung Karno pada awal revolusi. Pertanda BK pemimpin yang dibenum Tuhan . . . Kalau orang Jawa memateri-kan wahyu berupa bola emas, Mormon me-materi-kannya dengan ujud lempeng emas. Dari segi ini judul artikel TEMPO harusnya bukan Mormon Ahmadiyah Kristen, tetapi Mormon Kejawen Amerika.
Tentang kesinambungan wahyu, betapa prinsipilnya perbedaan Ahmadiyah dengan Mormon. Dalam kata kesinambungan tersiat pengertian jalur dan validitas. Nabi Yunus, adalah nabi sederhana yang diakui ketiga ummat Yahudi, Kristen dan Islam. Dalam tesis Hazrat Ahmad, Yunus dan Isa a.s. adalah bintang dan bulan dalam sun system-nya Musa Israili -- sebagaimana beliau sendiri Mirza Ghulam Ahmad red) adalah bulan, yang hanya menerima sinar dari matahari dalam tata surya kerajaan rohani Muhammadi.
Mengenai kedatangan nabi sesudah Muhammad, saya tidak sependapat kalau dikatakan sebagai khas Ahmadiyah. Ketika masa kecil saya di kampung, kedatangan Imam Mahdi dan Isa merupakan buah bibir orang tua-tua. Munculnya gejala alam sedikit aneh seperti bintang kemukus tentu dikaitkan dengan kedatangan tokoh itu. Menurut Ensiklopedia Indonesia, kepercayaan itu merupakan eschatologi ummat Islam. Tanyakan pada NU, karena merupakan keputusan Muktamar tahun 30-an. Disebut dalam kl. 250 buah hadis. Dalam Al-Qur'an? Ya mungkin di sinilah persoalannya: Karib saya, seorang kolumnis, menyatakan tidak terdapat ayat yang tegas mengatakan akan ada nabi sesudah Muhammad. Amboi. Ambillah kalimat pendek pertama dalam surat paling pendek: al Kautsar. "Telah kami beri engkau harta yang melimpah." Bukankah Al-Qur'an, kata Nabi, punya tujuh lapis pengertian zahir, tujuh lapis batin? Kesinambungan wahyu-yang-tidak-syariat, yang tidak membawa agama baru, adalah jalan berfikirnya Al-Qur'an, Rasulullah dan para sahabat.
Telah lahir puluhan bulan dan gemintang dalam tata surya Musa Israeli. Akankah matahari Muhammad sepi sendiri? J.H. LAMARDY Cilandak XII/34, Kebayoran. Konon golongan Islam Jamaah beranggapan, orang yang tidak masuk golongannya adalah kafir. Saya sendiri pernah mendengar pidato seorang muballigh di podium terbuka, yang menyatakan barang siapa percaya bahwa setelah Nabi Muhammad s.a.w. masih ada nabi lagi, orang itu kafir. Orang yang dimaksud Muballigh kita itu pasti saja orang Ahmadiyah (Qadian). Kemudian menurut buku Qadianism, A Critical Study tulisan S. Abul Hasan Ali Nadwi, 1975, sebagai telah dikutip Tuan Chcfik Chehab (TEMPO, 10 November, Komentar), Mirza Ghulam Ahmad dan puteranya, Basyiruddin Mahmud, yang kemudian menjadi Khalifah Jemaat Ahmadiyah II, berkata bahwa barang siapa tidak percaya kepada da'wah Mirza Ghulam Ahmad (sebagai Nabi Isa dan Mahdi yang dijanjikan oleh Nabi Muhammad s.a.w.), orang itu bukan Islam --atau keluar dari Islam.
Saya baca buku A Short Sketch Of Ahmadiyya Movement in Islam susunan M. Th. Houtsma, orientalis Prancis (pertama kali terbit dalam Review af Religions tahun 1907. Tertulis dalam halaman 2 baris-baris terakhir dan halaman 3: "In 1891, Ahmad declared that the Muslims were in error in believing Jesus Christ to be alive, that he was dead, and that Almighty God had raised him (Ahmad) in the spirit and power of Jesus Christ, in accordance with the promise contained in prophecies speaking of the advent of Messiah in the last ages. " Klaimnya yang demikian itu menimbulkan reaksi dan oposisi yang keras di kalangan para ulama. Sehingga "Maulvi Mohammad Husein, the admirer of former days, stirred up the whole country from one end to the other with fatwa of heresy against him. The praparation of the fatwa cost the Maulvi immense pains for he had to travel from place to place to obtain the signatures of the leading Mullas and Maulvies of the country. The Verdict returned was one of archheresy and the exasperated Mullas gave vent to their bitter feelings against the claimant in the nar. sbest words and Jronoun(fd almost hntish judgments. They enjoined the Muslim public to refrain from having any connection with any member of the new movement. Marriage relations with them were utterly forbidden Muslim grave-yards were pronounced to be too sacred for them places of public-worship were declared closed for them and their persecution was announced to be a meritorious deed."
Bahkan beberapa Mullah went farther still and declared that the founder and the members of the movement could be murdered with impunity their murder being a deed of great merit and their properties could be taken away by all unlawful means." Fatwa Maulvi Mohammad Husein yang didukung para ulama (mullah dan maulwi) itu, kalau kita simak dengan cermat, bukan hanya sekedar memberi cap 'kafir' melainkan sungguh menyeramkan. Kenyataannya, sekarang, anggota golongan ini dilarang menunaikan ibadat haji ke Makkah oleh Pemerintah Saudi Arabia tentunya juga karena fatwa para ulama bahwa mereka "kafir" dan "bukan Islam". Kemudian dari cerita-cerita orang-orang tua, saya dapat tahu bahwa para pengikut Imam Muhammad bin Abdul Wahab (Kaum Wahabi) dulu juga dikafirkan oleh ulama-ulama aliran lain. Kaum Wahabi dilarang menunaikan ibadat haji ke Makkah. Bahkan menurut Shorter Encyclopedia of Islam halaman 621, Sayyid Ahmad Barelwi, tokoh Wahabi dari benua India, diusir dari Makkah tatkala menunaikan ibadat haji tahun 1822-1823. Dengan demikian, jelas bahwa kalau kita perturutkan fatwa para ulama, maka sudah tidak ada orang Islam lagi (?) Akan halnya apa yang disebut "bahan pikiran baru" buat Kejagung oleh Tuan Chefik Chehab itu, itu sesuatu yang cukup halus -- tentu dipahami oleh Sdr. Mahar Effendi. Tetapi saya kira, kalau dasarnya cuma apa yang disuratkan oleh Tuan Chefik Chehab, KEJAGUNG tentunya akan terlebih dahulu memperhatikan kenyataan sejarah yang telah saya tuliskan itu.
SUPARNO HASANMIHARJO Jl. Paledang 108, Karawang.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1979/12/15/KL/mbm.19791215.KL56645.id.html (Accessed on 6/23/2011)
No comments:
Post a Comment