Thursday, June 23, 2011

Sabda dari Qadian


Ahmadiyah di Nusantara memiliki sejarah yang panjang. Masuk Indonesia pada 1924, beberapa tokoh pendirinya bahkan tercatat membantu perjuangan kemerdekaan. Sejak awal masuk ke Indonesia, keberadaan Ahmadiyah sudah memicu kontroversi. Pada masa itu, para perintis Ahmadiyah berdebat dan menjelaskan teologi agamanya di hadapan para penantang. Sekarang, perseteruan masih ada meski tak melalui dialog, melainkan amuk massa.

Yang Menantang Arus Inilah sejumlah tokoh nasional yang membesarkan Ahmadiyah. Ada yang dikenal luas karena pernah ikut berjuang mengusir penjajah. Ada juga yang menjadi buah bibir karena keberaniannya berdebat dengan para ulama arus utama Islam. Merekalah yang berada di balik kesuksesan Ahmadiyah meraup banyak pendukung fanatik di seluruh Indonesia.

Sayid Syah M. Muballig Anggota Ahmadiyah ini adalah Ketua Panitia Pemulihan Pemerintahan RI dan penyusun program bahasa Urdu di RRI Jakarta pada 1950. Dia mendapat bintang jasa kehormatan dari pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya itu.

Abu Bakar Ayyub, Zaini Dahlan, dan Ahmad Nuruddin Ketiga santri dari Padang, Sumatera Barat, ini adalah orang Indonesia pertama yang dibaiat menjadi anggota Jemaat Ahmadiyah di Qadian, India. Sepulang belajar Ahmadiyah di Pakistan, mereka giat mengembangkan Ahmadiyah di Tanah Air.

Minhadjurrahman Djojosoegito Dialah Sekretaris Muhammadiyah Yogyakarta yang mengundang dua mubalig Ahmadiyah berpidato dalam Kongres Muhammadiyah pada 1924. Belakangan, ketika Muhammadiyah menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat, Minhadjurrahman diberhentikan. Dia kemudian menjadi ketua pertama Gerakan Ahmadiyah Indonesia.

Ir Haryana M. Anggota Ahmadiyah ini adalah Pembantu Rektor III Universitas Gadjah Mada. Selain itu, sejumlah akademisi lain yang merupakan anggota Ahmadiyah adalah Rika Haryana (guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada) serta Muchlisah (guru besar ilmu matematika dan ilmu pengetahuan alam Universitas Negeri Sebelas Maret).

R. Sudewo Parto Kusumo Anggota Ahmadiyah ini adalah guru bagi kader kaum muda muslim anggota Jong Islamitenbond pada masa pergerakan.


1889 Mirza Ghulam Ahmad mendirikan Ahmadiyah di Qadian, Punjab, India.

1908 Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia.

1914 Ahmadiyah pecah menjadi dua: aliran Lahore dan Qadian. Ahmadiyah Lahore tidak lagi mengakui Mirza sebagai nabi. Adapun Ahmadiyah Qadian tetap meneruskan ajaran awal Mirza Ghulam Ahmad.

1924 Dua orang mubalig Ahmadiyah Lahore, Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad, tiba di Yogyakarta, Indonesia. Mereka disambut dengan baik oleh komunitas Muhammadiyah dan diizinkan berpidato dalam muktamar ke-13 Muhammadiyah.

Februari 1925 Seorang mubalig Ahmadiyah Qadian, Rachmat Ali, tiba di Tapaktuan, Aceh, dan menyebarkan Ahmadiyah di Sumatera.

1929 Muktamar Muhammadiyah ke-18 di Solo menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Anggota Muhammadiyah yang percaya pada kenabian Mirza Ghulam Ahmad memilih keluar dan mendirikan Gerakan Ahmadiyah Indonesia.

September 1933 Tokoh Ahmadiyah Qadian, Abubakar Ayyub, berdebat terbuka dengan tokoh Persatuan Islam, A. Hassan, di Jakarta mengenai ajaran Ahmadiyah. Debat itu tidak menghasilkan kesepakatan apa pun.

13 Maret 1953 Organisasi Ahmadiyah Qadian, yakni Jemaat Ahmadiyah Indonesia, mendapat status badan hukum (Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor JA 5/23.)

Januari 1965 Presiden Soekarno menerbitkan UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Ahmadiyah secara hukum mulai terdesak.

1980 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.

Juli 1981 Orang nomor dua dalam organisasi Ahmadiyah Qadian internasional, Mirza Mubarok Ahmad, cucu Mirza Ghulam Ahmad, datang ke Indonesia. Dia menemui warga Ahmadiyah di pelosok Jawa Barat.

Agustus 1990 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan gugatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia atas Pemimpin Redaksi Media Dakwah yang dinilai bersalah karena memuat foto Mirza Ghulam, dengan sorban berhiaskan ular kobra.

2000 Khalifah tertinggi Ahmadiyah Qadian, Mirza Thahir Ahmad, berkunjung ke Indonesia untuk menjadi pembicara di seminar International Forum on Islamic Studies. Di sela kunjungannya, Mirza sempat bertemu dengan Presiden Abdurrahman Wahid.

September 2002 Permukiman warga Ahmadiyah di Pancor, Lombok, Nusa Tenggara Barat, diserbu pemuda setempat selama lima hari berturut-turut.

Mei 2005 Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat mengadakan rapat terbatas di Kejaksaan Agung dan menyatakan Ahmadiyah-baik aliran Lahore maupun Qadian-sebagai ajaran menyimpang. Namun rekomendasi ini tidak disusul dengan penetapan surat keputusan bersama tiga menteri yang melarang kegiatan Ahmadiyah di Indonesia.

Desember 2005 Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Agustus 2007 Menteri Agama Maftuh Basyuni memerintahkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Agama Atho Muzdhar berdialog dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Ada tujuh pertemuan sepanjang September 2007-Januari 2008. Pertemuan selalu dihadiri wakil dari Departemen Dalam Negeri, Markas Besar Kepolisian RI, dan Deputi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

15 Januari 2008 Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengumumkan 12 butir penjelasan yang memuat klarifikasi soal keyakinan Ahmadiyah mengenai kedudukan Nabi Muhammad SAW dalam teologi aliran itu. Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat menggelar rapat untuk membentuk tim evaluasi guna memantau pelaksanaan ke-12 butir penjelasan Ahmadiyah itu.

24 Januari 2008 Menteri Agama membentuk tim pemantau dan evaluasi pelaksanaan 12 butir penjelasan Ahmadiyah Indonesia.

16 April 2008 Setelah mengevaluasi selama tiga bulan, Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat menyatakan ajaran Ahmadiyah tetap menyimpang dari akidah Islam. Badan ini juga meminta Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung segera mengeluarkan surat penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia.

Diburu Sampai ke Lembah Parakansalak

Kisah Jemaat Ahmadiyah yang masuk Nusantara pada 1924 tak pernah lepas dari perburuan dan kekerasan. Puluhan masjid Ahmadiyah dirusak amuk massa dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, sampai Medan di Sumatera Utara. Terakhir, masjid Ahmadiyah di Parakansalak, Sukabumi, ludes dibakar massa, selepas tengah malam.

Manis Lor Oktober 2004-Januari 2008 Dua musala Ahmadiyah dirusak puluhan pemuda berpakaian hitam-hitam. Pada Desember 2007, Desa Manis Lor kembali diserang. Kali ini sebuah masjid dan dua musala disegel atas desakan massa. Sebulan kemudian, lagi-lagi Manis Lor jadi sasaran. Mereka diserbu Koalisi Muslim Kabupaten Kuningan yang merusak 14 rumah warga, 2 musala, dan 3 masjid. Dari 4.500 warga desa itu, 3.000 di antaranya pemeluk Ahmadiyah.

Sukabumi April 2008 Masjid Al-Furqon di Kecamatan Parakansalak, Sukabumi, hangus dibakar massa.

Bengkalis 8 Juni 2007 Masjid Ahmadiyah disegel dan rumah salah satu anggotanya dirusak.

Bangka 15 Juli 2007 Rumah mubalig Ahmadiyah disegel massa.

Sintang 18 Februari 2005 Masjid Ahmadiyah dihancurkan massa.

Pancor September 2002 Sekelompok pemuda menyerang permukiman Ahmadiyah selama lima hari berturut-turut. Akibatnya, 300 warga Ahmadiyah mengungsi.

Ketapang 19 Oktober 2005 Tiga rumah milik warga Ahmadiyah dirusak.

Lingsar Februari 2006 Permukiman warga Ahmadiyah di kompleks BTN Bumi Asri dibakar habis. Ratusan warganya dipaksa mengungsi.

Bulukumba 17 Februari 2006 Beredar selebaran gelap yang mengajak warga mengusir Ahmadiyah.

Parung Juni-Juli 2005 Kampus Mubarak, pusat pendidikan mubalig Jemaat Ahmadiyah Indonesia, diserbu ratusan orang. Saat itu Ahmadiyah sedang menggelar pertemuan tahunan, Jalsah Salanah, yang dihadiri 12 ribu anggotanya. Bentrokan sempat terjadi dan berujung 16 korban luka. Ratusan warga Ahmadiyah lalu diangkut truk polisi meninggalkan kompleks pendidikan mubalig itu. Selang sepekan setelah insiden itu, penyerbuan Kampus Mubarak kembali terjadi. Dua rumah warga Ahmadiyah ikut dirusak.

Cisalada, Ciaruteun, Cisurupan Juli 2005 Masjid disegel massa dan dibumihanguskan. Teror atas anggota Ahmadiyah juga makin gencar.

Majalengka, Cianjur Agustus-Oktober 2005 Perusakan atas masjid dan permukiman milik warga Ahmadiyah. Tak kurang dari 4 masjid, 2 musala, 3 mobil, dan 89 rumah warga Ahmadiyah rusak berat akibat penyerbuan massa.

Garut 10 November 2007 Masjid Ahmadiyah dirobohkan dan 26 warga desa yang menjadi anggota Ahmadiyah diusir dari kampung.

Tasikmalaya Juni-Agustus 2007 Masjid Ahmadiyah di Singaparna dirusak, sedangkan masjid lain di Sukaraja disegel massa.

Cianjur Selatan 19 September 2005 Enam masjid, 1 sekolah, dan 70 rumah warga Ahmadiyah dirusak massa.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/05/05/LU/mbm.20080505.LU127088.id.html (Accessed 6/23/2011)

No comments:

Post a Comment