ISMAIL Suparman sedang menerima tamu ketika pintu depan rumahnya diketuk dari luar. Ketua Ahmadiyah Pandeglang ini membuka pintu dan menjumpai dua petugas Kepolisian Resor Pandeglang. "Anda akan diperiksa di kantor dalam kasus imigrasi," kata seorang dari mereka.
Pagi beranjak pergi di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada Sabtu dua pekan lalu itu. Jarum jam menunjukkan pukul sembilan. Suparman segera mengaitkan "urusan imigrasi" itu dengan istrinya, Haina Toang Aquino, warga negara Filipina yang sudah dua tahun menetap di situ. "Surat-suratnya lengkap," kata Suparman, ditirukan Aminah, ibunya. Sang petugas berkukuh dan meminta Suparman ikut.
Suparman meminta Haina berkemas. Ia juga mengajak Atep Suratep, Imron, dan Rochim-tiga pemuda anggota Ahmadiyah-yang berada di rumahnya. Putri Aquino Suparman, anaknya yang berumur dua tahun, merengek ingin ikut. Tak tega, Haina mengajak putri bungsunya itu. Tiga anak lain dititipkan ke rumah neneknya.
Sebelum berangkat, Suparman dibantu Atep, orang dekatnya setahun terakhir, memindahkan pesawat televisi, kulkas, dan mesin cuci ke rumah Aminah. Tepat pukul sepuluh, mereka berangkat ke kantor Kepolisian Resor Pandeglang, sekitar tiga setengah jam perjalanan mobil dari Cikeusik.
Di kantor polisi, Suparman kaget. Menurut Muhamad Isnur, anggota tim kuasa hukum Ahmadiyah, polisi menyebutkan pemanggilan tidak berkaitan dengan masalah imigrasi Haina. Suparman hanya diminta tinggal sementara waktu. "Dia dievakuasi karena ada ancaman," kata Isnur.
Suparman mengenal Ahmadiyah ketika bersekolah di Madrasah Aliyah Pandeglang. Pada 1994, dia pindah ke Filipina. "Untuk belajar bahasa selama dua tahun. Lalu tinggal di sana menjadi mubalig selama delapan tahun," kata Aminah. Di sana pula Suparman memperistri Haina. Pada 2009, Suparman pulang dan menetap di Desa Umbulan. Sejak itu, dia menjadi tokoh sentral Ahmadiyah Pandeglang.
Pria kelahiran 12 Mei 1969 ini mendapat sorotan di lingkungannya. Apalagi dengan posisinya sebagai juru dakwah Ahmadiyah untuk daerah Banten. "Dia sudah lama diincar," kata seorang anggota Ahmadiyah. Sejak November tahun lalu, tekanan terhadapnya semakin keras.
RENCANA pengerahan massa menuntut pembubaran Ahmadiyah di Desa Umbulan tersebar lewat pesan pendek di kalangan pemuka agama pada Kamis dua pekan lalu. Pesan berantai itu berisi ajakan kepada ulama dan santri untuk mendatangi rumah Suparman pada Ahad, 6 Februari, pukul 10.00 WIB. Pengirimnya mengajak "bersama-sama mengusir warga Ahmadiyah dari Cikeusik".
Munir bin Masri, pengasuh Pesantren Darul Iftidha, Cikeusik, menerima pesan itu. Merasa setuju, Munir lantas mengerahkan santrinya ikut demonstrasi. Muhammad bin Syarif, Ketua Gerakan Muslim Cikeusik, mendapat pesan yang sama. Belakangan, ketika diperiksa polisi, Munir mengatakan datang belakangan. "Saya enggak ikut-ikut," katanya.
Pesan pendek berbeda beredar pada Sabtu, sehari sebelum penyerangan. Kepala Desa Umbulan Muhammad Djohar, yang tinggal tak jauh dari rumah Suparman, mengatakan sempat melihat pesan berisi dua kata: "Kiai siapkan."
Siapa pengirim pesan dua kata itu? Munir terang-terangan menyebutkan satu nama, "Kiai Ujang." Kerabat seorang pengasuh pesantren di Cibaliung mengatakan hal serupa. "Kakak saya di-SMS Kiai Ujang," ujar dia. Tapi Muhammad Djohar mengaku tak tahu. "Pokoknya dari sebuah nomor yang tak dikenal," katanya.
Kiai Ujang Arif bin Surya berasal dari Kampung Bengkung, Desa Cigeulis, yang jaraknya 30 kilometer dari Cikeusik. Merujuk kampungnya itu, ia dikenal dengan sebutan "Kiai Ujang Bengkung". Ia memimpin Pesantren Bani Surya, dan kesohor paling getol menyerukan pengusiran warga Ahmadiyah dari Cikeusik. Menurut Aziz, warga Kampung Cibaliung, di antara tokoh penentang Ahmadiyah, Ujang paling vokal. "Mungkin karena dia Ketua Front Pembela Islam Pandeglang," katanya.
Pada akhir Januari lalu, dalam pengajian yang digelar Gerakan Muslim Cikeusik, Ujang mengajak jemaah yang hadir mengusir warga Ahmadiyah. Gerakan Muslim Cikeusik baru dibentuk sebulan lalu. Kelompok ini gencar mendesak pembubaran Ahmadiyah di Pandeglang.
SETELAH Suparman dijemput, Kepala Kepolisian Resor Pandeglang Ajun Komisaris Besar Alex Fauzi Rasyad semula berpikir massa tetap datang ke Cikeusik tapi tak akan menimbulkan kericuhan. Prediksi itu keliru. Tanda-tanda ketegangan terasa ketika 17 pengikut Ahmadiyah dari Jakarta, Bogor, dan Serang datang dengan dua mobil ke rumah Suparman.
Menurut Alex, sekitar pukul 03.00 dinihari, dua peleton Satuan Sabhara (60 personel) bersama sejumlah reserse dan intel berangkat ke Desa Umbulan dari Pandeglang. Total jumlahnya sekitar 100 orang. Ditambah anggota Kepolisian Sektor Cikeusik, jumlah polisi di sekitar rumah Suparman sekitar 115 orang.
Polisi sebenarnya tiba lebih dulu ketimbang rombongan Deden Sujana. Setiba di rumah Suparman, polisi menyebar. Begitu rombongan Deden dan kawan-kawan tiba, mereka panik. Menjelang pukul 10.00, Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Cikeusik Inspektur Satu Hasanuddin mendatangi rumah itu dan membujuk Deden pergi. "Massa sedang bergerak ke sini," kata Hasanuddin.
Deden, Ketua Pengamanan Nasional Ahmadiyah, menolak permintaan Hasanuddin. Dia beralasan kedatangannya untuk menjaga aset properti milik organisasi. Ketika bernegosiasi dengan Hasanuddin di dalam rumah, Deden mempersilakan polisi melepaskan penjagaan. "Kami akan mempertahankan sampai titik darah penghabisan," katanya. "Biarlah berdarah-darah."
Setengah jam setelah Hasanuddin gagal membujuk Deden dan kawan-kawan, massa dari arah Cangkore berhamburan menuju rumah. Meneriakkan takbir, mereka bertindak beringas. Seseorang dari kelompok ini menuding Deden telah memprovokasi dan memamerkan kekebalan tubuhnya dengan menebas-nebaskan golok ke lengan.
Polisi juga menuding rombongan Deden yang memulai keributan dengan melemparkan batu ke arah massa. Alfi Syafri, anggota Ahmadiyah, mengaku rombongannya melemparkan batu setelah melihat Deden hendak diterjang massa. Selepas hujan batu, massa dari dua sisi datang bak air bah menuju rumah Suparman.
Choirul Anam, anggota tim kuasa hukum Ahmadiyah, menolak tudingan bahwa anggota Ahmadiyah melakukan provokasi. Menurut dia, pernyataan Deden itu hanya disampaikan ke aparat kepolisian dan bukan untuk menantang massa. "Pertanyaannya, kenapa pernyataan itu bisa sampai ke massa," katanya. "Siapa yang membocorkan?"
Tak susah menjawab pertanyaan Choirul. Pembicaraan Hasanuddin dan Deden itu terdengar jelas dalam rekaman yang dibuat Arif Rahman. Pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Serang yang juga anggota Jemaat Ahmadiyah ini membawa handycam dan leluasa merekam ke segala penjuru. Hasilnya video berdurasi 30 menit itu. "Dia selamat karena mengaku wartawan," ujar Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Yoseph Adi Prasetyo.
Sumber Tempo mengatakan Arif sehari-hari memang terbiasa menggunakan kamera perekam. Sebab, selain menjadi pegawai negeri, Arif biasa menerima tawaran merekam pesta perkawinan.
Dalam rekaman yang sebagian sekuelnya sempat diunggah di situs YouTube itu, terlihat dengan jelas tokoh-tokoh garis depan yang melakukan penyerangan, termasuk menyiksa anggota Ahmadiyah yang tengah meregang nyawa. Dalam rekaman itu tampak juga bagaimana petugas kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia membiarkan massa melakukan pembunuhan dan perusakan.
Bentrokan tak seimbang meletup. Sekitar 1.500 orang terus merangsek menuju rumah Suparman. Mereka melempari dan menghancurkan rumah. Anak muda Ahmadiyah yang sempat melakukan perlawanan lari tunggang-langgang. Tidak semuanya bisa selamat. Tiga anggota rombongan Deden, yaitu Warsono, Chandra, dan Roni, tewas. Adapun Deden berhasil menyelamatkan diri, dengan pergelangan tangan kanan nyaris putus.
SEORANG saksi mata, Mamat, melihat Kiai Ujang ada di antara massa penyerbu rumah Suparman. Saat itu masih sekitar pukul 09.00. Massa dari arah Cibaliung, Cigeulis, Munjul, dan kecamatan lain di wilayah Pandeglang berkumpul di depan Masjid Al-Huda. "Ada Kiai Ujang Bengkung di sana," katanya. Saksi lain, sebut saja Ali, yang berada di depan rumah Suparman saat kejadian, mengatakan sempat mencium tangan Ujang.
Sumber di kepolisian membenarkan Ujang dicurigai terlibat peristiwa Ahad berdarah itu. Saat ini polisi terus memburu lelaki itu. "Dia kabur seusai penyerangan," katanya.
Agus Setiawan, anggota tim pembela muslim Banten yang mendampingi para kiai saat diperiksa polisi, berharap Ujang Bengkung segera keluar dari persembunyian. "Dia memang disebut polisi sebagai penyebar pesan singkat ajakan demonstrasi Ahad itu," katanya.
Adapun juru bicara Front Pembela Islam, Munarman, mengaku tak mengenal Ujang Bengkung. Menurut dia, organisasi FPI di Pandeglang juga tidak eksis. "Setahu saya enggak ada," katanya. Munarman juga menolak FPI dikait-kaitkan dengan insiden Cikeusik.
Sumber Tempo menyebutkan adanya peran Kepala Desa Umbulan Muhammad Djohar. Pada pemilihan kepala desa April 2010, Djohar berjanji akan mengusir warga Ahmadiyah jika terpilih. "Jangan panggil nama saya Djohar jika tidak terlaksana," katanya ketika itu, seperti ditirukan sang sumber.
Djohar kepada Tempo membantah pernah menjual isu itu. "Enggak ada itu. Saya enggak berani," ujarnya. Dia mengatakan keinginan mengusir Jemaat Ahmadiyah murni dari warga. Sebab, warga Cikeusik resah lantaran Suparman mengajak orang lain memeluk Ahmadiyah. Selain itu, "Kalau salat, dia enggak mau berjemaah di masjid."
Dari mana para penyerang? Mamat ingat betul, orang yang berduyun-duyun ke rumah Suparman tegap-tegap tubuhnya. "Sepertinya mereka bukan santri, tapi jawara," katanya. Golok yang masih tersarung menyembul dari balik baju. Di bagian dada, terpacak pita biru sebagai penanda.
Ali, yang berada di depan rumah Suparman saat kejadian, melihat sejumlah kendaraan dengan pelat B melintas sebelum penyerangan. Saat massa Ujang Bengkung tiba, sebagian massa terdengar berbicara dengan logat Betawi. "Warga sini biasanya berlogat Sunda atau Jawa," ujarnya. Menurut dia, massa yang datang bersama Ujang Bengkung bercirikan pita hijau.
Massa berduyun-duyun mengendarai sepeda motor tanpa membawa panji-panji. Ahad pagi itu juga ia melihat ada tiga mobil yang digunakan massa terparkir di dekat-dekat Masjid Cangkore.
Ridha Saleh, anggota Komnas HAM, mengatakan tim yang meneliti kemungkinan terjadinya pelanggaran berat hak asasi manusia sudah diturunkan. Penyelidikan itu akan berfokus pada dugaan pembiaran oleh aparat keamanan. "Apalagi polisi sudah tahu akan ada penyerangan," katanya.
Kepala Kepolisian Negara Jenderal Timur Pradopo mencopot Kepala Kepolisian Daerah Banten Brigadir Jenderal Agus Kusnadi dan sejumlah anak buahnya. "Pergantian ini karena ada sistem yang tidak berjalan," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam.
Setri Yasra, Sunudyantoro (Jakarta), Anton Septian, Agung Sedayu (Pandeglang)
Serangan Pasukan Berpita
TAKBIR diteriakkan dengan marah pada pagi di Desa Cikeusik, Pandeglang, Banten, Ahad dua pekan lalu. Ribuan penyerang menyerbu rumah Suparman, menghadapi belasan pengikut Ahmadiyah yang berusaha mempertahankannya. Hasilnya tragedi: tiga pengikut Ahmadiyah dibunuh, lima lainnya terluka.
Dikepung dari Dua Arah
Penyerang datang dari dua arah: utara dan selatan Cikeusik.
SELATAN
Massa dari Malingping, Bayah, dan kecamatan lain di Kabupaten Lebak berkumpul di depan Balai Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik. Saksi melihat massa menggunakan dua bus kecil berpelat nomor A (Banten), dua mobil bak terbuka, dan ratusan sepeda motor.
UTARA
Massa dari Cibaliung, Cigeulis, Munjul, Angsana, Cikeusik, dan kecamatan lain di Kabupaten Pandeglang bertemu di Masjid Al-Huda Cangkore, Desa Rancaseneng, Kecamatan Cikeusik. Menurut saksi, mereka menggunakan tiga mobil Kijang dan ratusan sepeda motor.
PEMIMPIN
Massa dari Cibaliung dikomando Ujang Bengkung.Massa dari Cikeusik dipimpin Muhammad dan Junaedi.
Massa dari arah Malingping dikomando Endang.
Kekuatan Tak Seimbang
Jumlah penyerang, pengikut Ahmadiyah yang berada di rumah Suparman, dan polisi sangat tak seimbang. Polisi pun tak berdaya menahan penyerang.
Polisi
115 orang
2 peleton Satuan Sabhara
Reserse
Intel
Anggota Polsek Cikeusik
Ahmadiyah
17 orang
Penyerang
1.500 orang
Sebagian mengenakan pita biru dan hijau.
Jam-jam Mencekam
3 Februari
Polisi menyatakan memperoleh pesan pendek yang beredar bahwa ada massa yang menuntut pengusiran dan pembubaran Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik.
4 Februari
Polisi berkoordinasi dengan pemerintah daerah, Komando Daerah Militer, Kejaksaan Negeri, dan tokoh masyarakat, membahas rencana demonstrasi.
5 Februari
Polisi mengevakuasi Suparman dan istrinya, Haina, juga tiga orang lainnya.
6 Februari:
03.00:
Kepala Polres Pandeglang Ajun Komisaris Besar Alex Fauzi Rasyad mengirim personel ke Cikeusik, mengamankan rumah Suparman yang kosong.
07.00:
Sebanyak 17 anggota Ahmadiyah dari Jakarta tiba di rumah Suparman.
09.26:
Deden Sujana, kepala keamanan nasional Ahmadiyah, dan anak buahnya berkumpul di rumah Suparman. Inspektur Satu Hasanuddin, Kepala Unit Intel Polsek Cikeusik, datang dan meminta mereka pergi agar menghindari bentrokan. Deden menolak, mengatakan rumah Suparman merupakan aset yang harus dipertahankan.
09.50:
Mobil patroli Polsek Cikeusik siaga di depan rumah Suparman.
10.08:
Dua truk �dalmas" (pengendali massa) siaga di depan rumah Suparman. Tak lama, satu di antaranya bergerak menuju jembatan arah Cangkore. Mobil Panther polisi juga siaga di depan pos ronda depan rumah Suparman, tempat polisi dan penduduk sekitar duduk.
10.31:
Massa datang dari arah jembatan Cangkore dan berjalan cepat menuju rumah Suparman. Hanya terlihat beberapa polisi di sekitar rumah Suparman.
10.36:
Massa berjalan cepat. Ketika melewati beberapa orang di sekitar jembatan, seseorang di barisan depan berteriak : �Polisi minggir! Kafir ini, kafir!"
10.39:
Polisi hanya bisa berdiri menyaksikan penyerang yang terus melempari batu, juga merusak atap rumah Suparman.
10.40:
Kerumunan massa menguasai rumah Suparman.
10.42:
Orang semakin banyak berdatangan dari arah Umbulan.
10.55:
Polisi mengangkat seorang warga Ahmadiyah yang terkulai ke atas truk.
11.00:
Massa masih berkumpul di jalan di depan rumah Suparman. Massa meneriaki polisi: �Polisi Pandeglang mundur. Polisi mundur! Aing tanggung jawab.� Polisi menjauh.
11.08:
Massa mengerumuni dua mayat tak berbaju, dan terus memukulinya.
11.14:
Satu mayat tergeletak di sebelah halaman tetangga Suparman. Penyerang memukulinya dengan bambu dan batu.
Sumber: Kepolisian Pandeglang, video penyerangan, keterangan saksi mata, Pusat Data dan Analisa Tempo
Serangan ke Ahmadiyah
Kekerasan terhadap Ahmadiyah meningkat setelah terbit Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri tentang Ahmadiyah pada 9 Juni 2008. Berikut ini beberapa di antaranya.
2009
2 Juni
Dua orang mencoba membakar Masjid Al-Hidayah milik Ahmadiyah di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
2010
14 Juli
Gerakan Rakyat Anti-Ahmadiyah menyegel dan merazia beberapa kantor di lingkungan Pemerintah Kabupaten Garut, mencari pegawai penganut Ahmadiyah.
29 Juli
Ratusan orang bentrok dengan Jemaat Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat.
10 Agustus
Sekitar 200 orang dari Front Pembela Islam dan Gerakan Umat Islam Bersatu Surabaya menyerang Masjid An-Nur milik Ahmadiyah.
1 Oktober
Sebuah masjid dan lima rumah milik warga Ahmadiyah di Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Bogor, dibakar oleh ratusan orang.
4 Oktober
Pemerintah Kota Pekanbaru menghentikan aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Kecamatan Tampan.
11 Oktober
Pemerintah Kabupaten Garut melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah di wilayah itu.
5 November
Perguruan Tinggi Dakwah Islam Tanjung Priok menuntut penyegelan Masjid Nuruddin di Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang dituduh sebagai milik Ahmadiyah.
26 November
Massa merusak dan membakar rumah warga Ahmadiyah di Dusun Ketapang, Lombok Barat.
3 Desember
Sekelompok orang bersepeda motor merusak dan membakar masjid Ahmadiyah di Jalan Ciputat Raya, Banten.
8 Desember
Pemerintah Kota Tasikmalaya memutuskan untuk menutup sejumlah sarana milik Ahmadiyah.
10 Desember
Seribu orang membongkar masjid Ahmadiyah di Kampung Panjalu, Warnasari, Sukabumi, Jawa Barat.
27 Desember
Madrasah Al-Mahmud milik Ahmadiyah di Kampung Rawa Ekek, Sukadana, Campaka, Cianjur, dibakar.
2011
29 Januari
FPI unjuk rasa memaksa Jemaat Ahmadiyah meninggalkan Masjid An-Nushrat, Makassar.
6 Februari
Ribuan orang menyerang rumah Suparman, pengikut Ahmadiyah di Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/02/14/LU/mbm.20110214.LU135931.id.html (Accessed on 6/23/2011)
No comments:
Post a Comment