Tempo, 18 September 1971
DISEBUAH pinggir kota, beberapa orang berkerumun didepan langgar. Tiba-tiba salah satu menuding kepada orang jang kebetulan lewat: "Dia orang Ahmadijah" -- sambil berbisik.
Gambaran seperti itu kurang lebih masih tepat dipakai untuk melukiskan sikap umumnja kaum Muslimin terhadap aliran jang didirikan Mirza Chulam Ahmad dari Pakistan itu 1835- 1908. Jakni Djemaat Ahmadijah. Meskipun aliran ini sangat tersohor di Eropa, Amerika dan Afrika (punja pusat-pusat penjiaran Islam dibanjak negara punja masdjid-masdjid di London, Birmingham, Hamburg, Frankfurt, Den Haag, Zurich, Kopenhagen, Washington, Chicago, Pittsburg, Dayton), namun boleh dikatakan orang selalu menghadapi mereka dengan sedikit sikap hati-hati.
Pertama, karena orang-orang Ahmadijah tak djarang di gambarkan sebagai terlalu banjak mempeladjari dalil dan putar balik pikiran buat berdebat. Kedua dan lebih penting, karena beberapa adjaran jang dianggap setjara fundamentil berbeda dengan djemaat besar kaum muslimin. Karena itu lah menghadapi Ahmadijah orang Islam, konon akan melakukan sedikit persiapan mental .
Djalsah Salanah.
Tapi persiapan mental ternjata tak diperlukan untuk mengikuti pertemuan besar Ahmadijah aliran Qadian se-Indonesia jang baru-baru ini di selenggarakan di Tasikmalaja. Pertemuan h1i, diberi nama Djalsah Salanah alias "duduk bersama setahun sekali", memang bukan sidang perdebatan atau diskusi. "Ini adalah pesan Mirza Ghulam Ahmad. Setahun sekali kami mengadakan pertemuan, apa sadja jang dibitjara kan", kata Dr Muhjiddin Danukusumah anggota Pengurus Besar dengan djabatan Sekretaris Chas.
Reporter Sjahrir Wahab jang selama tiga hari dan empat malam mengikuti semua atjara termasuk shalat-shalat tahadjdjud massal dinihari, mendapat kesan tentang suasana pertemuan jang santai. Sekitar 750 orang dari 54 tjabang, ditambah sembarang orang jang mau ikut hadir, berkumpul melimpahlimpah disebuah gedung sekolah. Duduk seenaknja diatas tikar, dengan laki-laki dan perempuan dipisah pakai tabir hidjau seperti biasa disaksikan dipertemuan pertemuan NU atau Muhammadijah, mereka mendengilrkan sedjumlah tjeramah jang dilontarkan dengan bermatjam gilja. Maka tjeramah-tjeramah inilah hanja jang penting dari Djalsah Salanah ke 2 tahun ini lebih lagi karena- seperti ditundjukkan oleh djudul-djudul sematjam Chilafat dalarn Islam, Djasa-djasa Imam Mahdi, Watat Isa Almasih atau Tertib Baru--pertemuan itu merupakan penondjolan dan penekanan kembali materi-materi adjaran chas Ahmadijah dan dalam hal ini Ahmadijah Qadian, Jang menimbulkan kontroversi dikalangan golongan-golongan majoritas seagama. Dan kontroversi mula-mula lahir dari soal kenabian.
Apa jang dianggap aneh tentang Ahmadijah ialah, aliran ini menganggap Mirza Chulam Ahmad sebagai Nabi padahal Islam berdiri diatas landasan kejakinan tentang kehadirannja sebagai agama terachir, jang dihawa oieh Muhammad sebagai Nabi terachir. Tapi hakikatnja memang bukan konsepsi tentang Nabi terachir itulah jang dipertentangkan -- tapi taksirannja. Jang di maksud dengan istilah nabi terachir menurut Ahmadijah, adalah Nabi dalam pengertian pembawa sjari'at. Ini berarti bahwa kesempatan tetap terbuka bagi di bangkitkannja Nabi-Nabi lain jang kedudukannja hanja penerus Nabi pembawa sjari'at jang terdahulu: sematjam Isa Almasih sebagai hanja penerus sjari'at Musa atau Chulam Ahmad sebagai hanja penerus sjari'at Muhammad.
Bukti kcbenaran hal ini adaiah adjaran Muhammad sendiri tentang akan bangkitnja kembali Jesus kedunia -- sebagai Nabi jang akan memurnikan sjari'at Muhammad pada masa kekatjauanllja. Dan djustru nubuat, ramalan kenabian tentang Isa inilah, titik-tolak lahirnja Djemaat Ahmadijah: manakala Ghulam Ahmad dijakini sebagai Jesus jang didjandjikan itu (TEMPO, 4 September), disamping kedudukannja sebagai Imam Mahdi, sebagai Krishna dan Budha Avatara alias Maltreya, Diluar Timur Tengah. Tidak seorang pantas menganggap kejakinan itu sebagai hanja sesumbar.
Ahmadijah bukan tidak paham semua agama dengan segala ramalan masing-masing jang bersangkutan dengan kebangkitan sang Mirza. Bulanan The Review of Religions misah1ja, jang mereka terbitkan di London pada 1901, dan jang mengupas berbagai agama dan aliran-aliran kepertjajaan dengan tjara jang lazim dianggap menakdjubkan para teolog dan orientalis Eropa, dipenuhi dengan kupasan-kupasan jang berangkat dari dunia keimanan masing-masing agama, harapan-harapan mereka masingmasing dan pathos mereka masing-masing -- dan achirnja mengalir kepada satu figur: Ghulam Ahmad.
Induk dari djalan fikiran sematjam itu, djelas, adalah adjaran kesatuan seluruh agama: bahwa mulanja, sebelum terdjadi tjampur-tangan manusia, semua nja berasal dari Wahju iang satu djuga. Dan bahwa Qur'an misalnja bukan tidak memberi isjarat tentang adanja Nabi-nabi diluar Timur Tengah. Tapi sampai pada kesirnpulan berikut ini majoritas dunia Islam umumnja tidak akan begitu jakin: bahwa Krishna, Budha, Konghubu, Guru Nanak, Spitama Zarathustra, adalah benar Nabi-nabi jang diisjaratkan Qur'an itu, seperti jang dipastikan kaum Ahmadi. Dan bersama dengan penolakan spekulasi-ilmiah diatas, umumnja mereka menolak pula kebolehan diturunkannja wahju setelah zaman Muhammad, baik wahju-kenabian ataupun bukan wahju kenabian. Dan wahju kenabian atau bukan kenabian lalu mendjadi problim lain jang sangat menentukan. Sebab akan seger njata bahwa masalah ini merupakan pangkal perpetjahan didalam Ahmadijah sendiri, jakni menjebalnja sekelompok pengikut Ghulam Ahmad jang menganggap wahju jang diterima sang guru bukan wahju kenabiam Djelasnja ia bukan Nabi.
Dan kalau bukan Nabi, apa? Djawaban akan kembali kepada figur jang dianggap merupakan pokok pangkal jakni Mirza Basjiruddin Mahmud Ahmad,jang berpangkat Chalifah 11 alias The Second Successor of Prmised Messiah. Chalifah jang pada tahun 1914 mengeluarkan adjaran jang menetapkan kenabian Ghulam Ahmad. Padahal, demikian menumt kaum penjebal jang selandjutnja mendirikan Ahmadiyah Lahore, Ghulam Ahmad sendiri berkata: "Saja tidak pernah mengaku mendjadi Nabi pengakuan saja hanjalah sebagai muhacats (orang jang diadjak bitjara Tuhan), dan pengakuan ini didasarkan atas perintah llahi". Dan selandjutnja:"Djika ini disebut kenabian dalam arti kiasan atau disebut nabi djuz-i (nabi sebagian), ini bukan berarti pengakuan sebagai Nabi".
Terhadap itu lawan mereka, jang selandjutnja disebut Ahmadiyah Qadian, menjatakan bahwa dalam evolusi rohaniah pada diri Ghulam Ahmad telah terdjadi perobahan, dan evolusi sematjam itu, mengingat Kebidjaksanaan Allah, hukan barang mustahil terdjadi pada Nabi-nabi. Maka dari itu semua tulisan Ghulam Ahmad jang menjangkal kenabiannja, jang di tulis sebelum perobahan itu, tak boleh didjadikan bahan untuk menarik kesimpulan tentang status kenabian sang Masih. Maka berkatalah Maulana Muhammad Ali MA LLB, pemimpin kaum Lahore: "Teori perobahan kepertjajaan itu bikin-bikinan Basjiruddin semata-mata".
Pedoman besar.
Dan bersama dengan penolakan terhadap Basjiruddin, Lahore menolak pula prinsip chilafat, kechalifahan. Gerakan mereka dipimpin oleh dewan jang disebut Pedoman Besar dengan seorang Presiden. Aliran inilah jang sampai sekarang mempunjai madjalah di London, The Islamic Review, jang sebagai mottonja ditulis ajat Qur'an:"Muhammad is ...the Messenger of God and the Last of the Prophets" serta hadis: "There will be no Prphet after me" - jaitu teks-teks jang tetap sadja kontroversial antara mereka: apakah prophet disitu Nabi-dengan-sjari'at ataukah Nabi-tanpa-sjari'at. Tetapi dengan prinsip-prinsip sematjam itu, kaum Lahore seharusnja bisa di terima bulat dikalangan majoritas muslimin. Toh kenjataannja tak bulat. Padahal, setelah memegangi utjapan Ghulam Ahmad tentang dirinja sebagai muhaddats, mereka menetapkan statusnja hanja sebagai musjaddid, pembaru lengkapnja Pembaru Abad I4 hiljrah - berdasar hadis Nabi bahwa pada tiap abad akan terdapat seorang Pembaru. Dan sebagai pembaru kedudukannja dinjatakan tak berbeda dengan Al-Ghazali, Ibn Taimiah atau As-Sajuthi.
Namun mereka, seperti djuga kaum Qadian, betapapun populernja tetap sadja merupakan kelompok mini. )iseluruh dunia pengikut Lahore tertjatat � djuta, pengikut Qadian 2 djuta. Di Indonesia Lahore seribu orang, Qadian 20 ribu orang. Maka djawaban terhadap kenjataan ini lazim disimpulkan begini: Taroklah majoritas muslimin bisa mempertjajai bahwa Ghulam Ahmad itu Masih jang didjandjikan meskipun bukan Nabi. Taroklah bahwa mereka tjukup berani menggunakan pikiran untuk menafsirkan segala ajat dan hadis mu'djizat sedemikian rupa seperti kaum Ahmadi sehingga "hilang keimanan kita akan kekuasaan Allah" seperti dibilang para ulama. Tapi apakah semua kepertjajaan itu termasuk Rukun Iman jang absolut sifatnja? Mereka, setidak-tidaknja Lahore mendjawab: tidak. Maka sampai disitu tampaklah apa jang dituduhkan orang sebagai motif satu-satunja bagi adjaran Chulam Ahmad, jaitu: memenuhi kebutuhan kesatuan spirituil umat Islam sedunia mengembalikan sifat missionaris Islam dalam satu kesatuan Djama'ah seperti keadaannja dizaman Nabi (TEMPO, 3 Djuli). Apabila itu jang ditudju, kalangan ulama laim berkata: untuk itu tak perlu memindahkan pusat spirituil Islam dari Makkah ke Pakistan -- seperti jang sering dituduhkan sebagai semangat jang dimiliki kaum Ahmadi.
Tafsir IAIN.
Namun malfaat dari hadirnja kaum Ahmadi setelah usaha mereka merintis da'wah Islam di Barat bukan tak djelas Ahmadiah betapapun djuga merupakan salah satu gertakan kuat untuk mempertjepat proses penindjauan kembali penafsiran dan djalan fikiran tentang agama, kalau ini memang benar dibutuhkan. Tak boleh dibantah bahwa pengaruh mereka besar dikalangan orang-orang Islam jang djustru enggan bergabung. Siapa jang membatja buku-buku dan brosur-brosur jang melimpah-limpah terbitan JAPI Surabaja misalnja, boleh menganggap telah menerima setidak-tidaknja djalan fikiran baru dalam apologi. Siapa jang mengkadji Tafsir Qur'an Departemen Agama jang populer sebagai "Tafsir IAIN", boleh melihat disitu bagaimana Maulana Mohamad Ali (Lahore) menerangkan hakikat Islam diantara agama-agama, hakikat Qur'an dan sematjam itu. Untuk batas ini sadja, dan belum tentu untuk harapan bahwa "umat Islam akan berdujun-dujun berbai'at kepada sang Masih alias Ghulam hmad", seperti jang konon diramalkan, Ahmadiah kiranja sudah boleh mengharapkan perkenan Tuhan.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1971/09/18/AG/mbm.19710918.AG58004.id.html (Accessed on 6/23/2011)
No comments:
Post a Comment