Thursday, June 23, 2011

Mormon "ahmadiyah kristen"


SEPULUH tahun beroperasi di sini, toh agaknya hanya sedikit orang yang tahu apa sebenarnya Gereja Mormon

Dua hari, 21 - 22 Oktober lalu, mereka mengadakan konperensi pertama untuk seluruh Indonesia -- yang menandai 10 tahun masa penyiaran itu --di Elotel Jakarta Mandarin. Marvin J. Ashton, anggota Dewan Duabelas Rasul (lembaga tertinggi Gereja di Salt Lake City, Utah, AS), datang bersama Nyonya. Dan bersama Lester C. Hawthorne, presiden Gereja di Indonesia, mereka menjadi tua-tua konperensi yang dihadiri 500 orang.

Orang barangkali hanya pernah membaca nama resmi 'Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir'. Tentang aliran Mormon sendiri, yang memakai nama tersebut, barangkali hanya pernah didengar samar-samar misalnya inilah mazhab Kristen yang membolehkan poligami secara tak terbatas. Atau, inilah gereja yang mewajibkan zakat -- dan melarang minuman keras, rokok, kopi dan teh. Dalam kenyataan, Mormon memang Gereja yang mandiri. Orang tentu saja melihat kelahirannya dari tengah kancah Protestantisme Amerika. Toh, "sebenarnya mereka tidak lebih dekat kepada keprotestanan daripada kekatolikan," seperti ditulis Gordon B. Hinckley, juga anggota Dewan Duabelas Rasul.

Masalahnya justru Mormonisme lahir dari kancah pertentangan berbagai sekte yang, di awal abad 19 itu, di Negara Bagian New York sekarang, bukan main sengitnya. Dan seperti dituturkan Joseph Smith, pendiri aliran ini, perkelahian itu menyebabkan ia mengalami kegoncangan--lalu berusaha bertanya kepada Tuhan manakah kiranya yang harus ia ikuti? Maka Tuhan pun menjawab kesemua sekte itu salah--bahkan keji dalam pandangan Tuhan. Dan itulah sebabnya lahir Mormonisme. Nabi Kimball Dan Joseph Smith, 1805-1844, dengan demikian seorang nabi (lihat box) dan itulah hal besar yang membedakan Mormon dari sekte Kristen lainnya.

Menarik, dasar pemikiran tentang kenabian ini persis sama dengan yang dipunyai kalangan Ahmadiyah, khususnya Qadiani yang menabikan Mirza Ghulam Ahmad (1839 - 1908)--bahwa wahyu Tuhan tidak putus hanya pada Yesus, (para murid Yesus) atau Muhammad saja. Hanya saja, kelanjutan penurunan wahyu itu sudah bisa diduga diklaim oleh pihak penerima wahyu terakhir. Dalam Mormon, presiden Gereja yang sekarang misalnya, Spencer W. Kimball, juga dipercayai sebagai "seorang nabi modern sama seperti para nabi pada zaman kuno". Bedanya dengan kenabian Joseph Smith sang penegak ini diberi mu'jizat berujud Kitab Mormon--yang bersama dengan Bibel, dan dua karangan Smith sendiri yakni Ajaran dan Perjanjian serta Mutiara yang sangat Berharga, menjadi sendi Mormonisme.

Adakah orang Mormon menganggap Bibel tidak cukup, maka diperlukan kitab tambahan? "Para Orang Suci zaman Akhir menyadari," kata Hinckley, "bahwa kekeliruan telah menyusup ke dalam karya suci ini Bibel red) disebabkan caranya kitab ini sampai kepada kita. Lagi pula mereka menganggapnya tidak lengkap sebagai petunjuk." Dan dengan menggunakan wahyu Smith itu, Mormon berketetapan untuk mengujudkan kehidupan Kristen "sesuai dengan aslinya". Hal pertama yang bikin keki Joseph Smith rupanya soal keaslian sistim kependetaan. Karena itu ia dengan sadar menghapuskan klas rohaniwan ini dengan jalan menjadikan pelayanan gereja sebagai jabatan sewaktu-waktu yang bisa dimasuki setiap orang sejak usia 12 tahun--baik sebagai pelayan sakramen sebagai imam, sebagai Juru Da'wah dan hahkan presiden kelompok -- hanya untuk jangka tertentu, kemudian kembali ke keaktifan biasa.

Semua orang dipanggil untuk pernah mengalami kehidupan kegerejaan--tanpa gaji atau tunjangan apapun, kecuali tenaga-tenaga tertentu pada pimpinan pusat plus para presiden jemaat (yang biasa mengasuh antara 250 sampai ribuan orang). Sifat kebersamaan dan keakraban mengikat umatnya sampai ke satuan-satuan paling kecil dalam peribadatan maupun usaha kesejahteraan. Bahkan pada mulanya terdapat pemilikan harta bersama--yang kemudian dilonggarkan hanya tinggal pada zakat, yang seperti tertulis dalam Perjanjian Lama berjumlah 10% dari penghasilan (bandingkan dengan zakat orang Islam: 2'% dari barta berlebih). Inilah yang digunakan bagi kepentingan Gereja dan da'wah--dan bukan bagi orang miskin Sebab untuk yang terakhir ini ada pula aturan lain lagi.

Juga dengan tujuan menetapi Bibel pula mereka mempraktekkan poligami bukankah para nabi zaman kuno (kecuali Yesus, tentunya) rata-rata tak terbatas jumlah isterinya? Joseph Smith sendiri diketahui bergaul dengan tak kurang dari 50 orang isteri -- meski yang diumumkan hanyalah isterinya pertama, Emma Hale Smith. Memang soal poligami tak ada didoktrinkan secara jelas, juga tidak dalam kitab Mormon. Namun di tahun 1852 Brigham Young, pengganti mendiang Smith, menetapkan praktek tersebut atas nama wahyu sang nabi.

Di pihak lain, putera Joseph Smith yang juga diberi nama persis ayahnya (dia ini memimpin gereja pecahan yang minoritas bersama ibunya) berjuang selama hidupna untuk membuktikan: bahwa ayahnya tak pernah mempraktekkan poligami. Tetapi Joseph Fielding Smith, kemenakan sang nabi yang menjadi presiden ke-6, diketahui mempunyai enam orang isteri--meskipun akhirnya setuju untuk menceraikan yang lima, setelah Gerejanya mau menaati ketetapan Mahkamah Agung berdasar rekomendasi Senat yang melarang poligami, di tahun 1890.

Tapi sesudah itu toh beberapa kelompok umat di Arizona misalnya tetap melaksanakannya. Mormon, yang jumlah pemeluknya seluruh dunia kira-kira 4 juta adalah aliran yang kenyataannya banyak dimusuhi Dari beberapa hal fundamental yang menjadi sasaran kritik sekte-sekte lain, yang terpenting tuduhan politheisme. Bukan hanya karena dalam karya-karya Smith (konon terjemahan dari lembar-lembar kuno) ada disebut berbagai macam tuhan. Atau bahwa bintang-bintang di langit hakikatnya dihuni oleh kekuatan atau roh. Tetapi juga tafsiran terhadap Trinitas--yang oleh mereka tak difahami sebagai 'satu pribadi tiga oknum', melainkan benar-benar tiga pribadi yang berbeda.

Di segi lain, ketuhanan juga merupakan satu pencapaian dari evolusi spiritual manusia--seperti yang bisa dituju oleh seorang Mormon. Millennialistis Orang Mormon sebaliknya menjawab: justru keimanan mereka itu mudah dan langsung. Mereka misalnya tak mempercayai takdir. Manusia bertanggungjawab hanya terhadap perbuatan sendiri. Arti penebusan Kristus bukan pula pembebasan manusia dari dosa asal -- yang tidak mereka akui. Melainkan dari dosa-dosa aktuil mereka sendiri. Juga mereka tidak percaya kepada "surga dan neraka yang statis".

Seperti kalangan Ahmadiyah, surga bagi mereka adalah anugerah kelanjutan dari kemajuan rohani yang terus-menerus sejak di dunia ini. Tetapi yang lebih mendekatkan mereka dalam perbandingan dengan Ahmadiyah sesudah soal kebangkitan nabi di belakang nabi yang jadi sumber ajaran, ialah semangat millennialistis: keyakinan akan masa kejayaan yang telah dinubuatkan dan ditunggu-tunggu, yang berhubungan dengan kedatangan seorang messiah alias almasih. Betapapun juga bagi para pemeluk, setidak-tidaknya orang Indonesia pribumi, berbagai akidah di atas agaknya tak lebih penting daripada kenyataan akan Gereja Mormon yang memang dinilai rapi, sangat memperhatikan kesejahteraan dan terutama kehidupan keluarga optimistis dan modern--meskipun kenyataannya tidak begitu cepat berkembang. Hari kedua konperensi di Hotel Mandarin itu diisi dengan perbincangan soal da'wah--scmentara hari pertama dipergunakan hampir melulu untuk berbagai ceramah. Dalam 10 tahun, aliran ini mempunyai 10 cabang di delapan kota, dengan 75 orang tenaga misionaris plus 10 tenaga kesejahteraan pemeluk. Tetapi berapa jumlah semua pengikutnya di sini? 1795 orang.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1979/10/27/AG/mbm.19791027.AG55408.id.html (Accessed on 6/23/2011)

No comments:

Post a Comment